Monday, December 31, 2012

Bahan UAS Jurnalistik Foto


Penilaian mata kuliah Jurnalistik foto adalah foto-foto yang telah dimuat di website dan  nilai UAS.
Bahan : 
Jurnalistik foto pada dasarnya adalah melihat apa yang jarang diperhatikan oleh khalayak. Khalayak kadang melihat tapi tidak menamatkan alias tidak memperhatikan sebuah obyek/ peristiwa.
Dalam era kamera digital sekarang ini, memungkinkan seseorang tidak harus belajar banyak tentang dasar-dasar fotografi. Namun karena kecanggihan kamera seseorang yang telah merasa mampu bisa langsung ke lapangan dan bisa mendapatkan foto-foto yang bagus. Karena memang semua kamera sekarang dirancang untuk memberi kemudahan terhadap pemakainya.

Masih terkait pembahasan visual foto bagi seorang pemula yang belajar foto jurnalistik, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, agar dalam proses belajar akan lebih fokus. Berikut ini, tahapan demi tahapan melalui metode foto jurnalistik diperkenalkan secara mudah pahami.
Walter Cronkite Schol of Jurnalism Telecommunication Arizona State University memperkenalkan metode untuk mendapatkan variasi angle dan pilihan dalam melakukan pengambilan sebuah gambar dalam peliputan. Seorang wartawan foto (jurnalis foto), akan dengan mudah mendapatkan foto dengan berbagai macam variasi angle, apabila telah melakukan penguasaan metode ini.
Metode ini diperkenalkan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan tugas-tugas dalam melakukan peliputan foto. Metode yang diperkenalkan itu adalah metode EDFAT :
Metode EDFAT adalah suatu metode pemotretan untuk melatih kepekaan dalam melihat sesuatu secara detail yang runtut dan tajam. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada setiap unsur metode itu adalah suatu proses dalam mengincar suatu bentuk visual atas peristiwa bernilai berita. Berikut ke lima tahapan dalam pemotretan:
Metode E (Entire) adalah tahapan yang dikenal juga sebagai Establised Shot, suatu keseluruhan pemotretan yang dilakukan begitu melihat suatu peristiwa atau bentuk penugasan lain, untuk mengintai bagian-bagian lain untuk dipilih sebagai objek pemotretan.

Metode D (Detail) suatu pilihan atas bagian tertentu dan keseluruhan pandangan terdahulu (entire). Dalam tahap ini dilakukan suatu pilihan pengambilan keputusan atas sesuatu yang dinilai paling tepat sebagai point of interest-nya. Pada tahap ini penglihatan dalam proses yang sedemikian cepat, diramu dengan pengetahuan jurnalistik yang memadai untuk menghasilkan imaji yang diinginkan.

Metode F (Frame) tahap dimana kita membingkai suatu detail yang telah dipilih. Fase ini mengantar seorang cakon jurnalis foto mengenal arti sebuah komposisi, pola, tekstur, dan bentuk objek pemotretan dengan akurat. Dalam pase ini rasa artistik seorang jurnalis foto semakin penting.

Penjelasan :
Metode A (Angle) tahap dimana sudut pandang menjadi dominan pada fase sebagai pilihan untuk posisi dalam pengambilan gambar. Apakah itu dengan memilih sudut pengambilan dari ketinggian, kerendahan, level mata, kidal, kanan dan cara lain dalam melihat sudut pandang. Pada fase ini bagi seorang wartawan foto menjadi penting untuk mengkonsepsikan visual apa yang diinginkan.
Metode T (Time), tahapan penentuan penyiaran dengan kombinasi yang tepat antara diafragma dan kecepatan (shutter speed) atas ke empat tingkatan metode yang telah disebutkan di atas. Pengetahuan teknis atas keinginan pembekuan gerak atau memilih ketajaman ruang adalah satu prasyarat dasar yang sangat diperlukan.

Memilih metode ini sangat praktis kiranya, dan dapat dijadikan pedomanan dan kebiasaan, manakala seorang wartawan foto pemula sedang mendalami foto jurnalistik. Paling tidak metode EDFAT ini membantu proses percepatan pengambilan keputusan terhadap suatu event atau kondisi visual bernilai berita. (*)

Bahan II

Sejarah Jurnalistik Foto
Apakah kita pernah melihat halaman koran yang tanpa foto satu pun ?  Rasanya tidak ada karena memang secara internasional bahwa foto harus ada di koran terutama di halaman pertamanya. Selain untuk eye catching perwajahan, foto adalah sebuah bentuk berita tersendiri.
Berita tulis dan berita foto punya pijakan masing-masing dan bisa saling melengkapi. Berita tulis memberikan deskripsi verbal sementara foto memberikan deskripsi visual. Sebagai gambaran, untuk menceriterakan besarnya pengangguran dalam bentuk angka-angka, jelas berita tulis lebih tepat untuk dipakai. Tetapi untuk memberitakan seperti apa indahnya sebuah tempat atau secantik apa wajah seorang bintang sinetron, jelas foto yang lebih bisa berbicara daripada tulisan.
Walau begitu, foto jurnalistik usianya jauh lebih muda daripada jurnalistik tulis. Huruf sudah dikenal manusia ribuan tahun yang lalu sementara usia fotografi sendiri belum sampai 200 tahun. Di awal abad belasan, di Inggris sudah dikenal surat kabar. Tapi fotografi baru masuk surat kabar pada akhir abad 19.
Persoalan mengapa foto jurnalistik tertinggal dari jurnalistik tulis semata karena masalah teknologi. Setelah fotografi ditemukan pada pertengahan abad ke-19, teknologi cetak belum bisa membawa foto ke Koran. Yang terjadi adalah, foto sebuah kejadian dijadikan berita dengan cara digambar ulang ke sketsa. Sketsa inilah yang lalu dibawa ke mesin cetak. Surat kabar pertama yang memuat gambar sebagai berita adalah The Daily Graphic pada 16 April 1877. Gambar berita pertama itu tentang sebuah peristiwa kebakaran.
Sejalan dengan kemajuan teknologi cetak, akhirnya foto pun bisa ditransfer ke media cetak massal. Foto pertama di surat kabar adalah foto tambang pengeboran minyak Shantytown yang muncul di surat kabar New York Daily Graphic di Amerika Serikat tanggal 4 Maret 1880. Foto itu adalah karya Henry J Newton. Demikianlah, foto jurnalistik memang masih seumur jagung dalam dunia jurnalistik secara umum. Namun perkembangannya sangatlah cepat bahkan kini kita sudah memasuki fotografi digital. Dengan fotografi digital, teori-teori fotografi lama masih banyak yang berlaku. Cara pemotretan dan teori pencahayaan tidaklah berubah. Yang berubah hanyalah prosesnya.
Kalau dulu film perlu dicuci terlebih dahulu, lalu diperlukan proses mencetak untuk mendapatkan gambarnya, kini begitu tombol rana selesai dipijit selesailah fotonya. Kini tidak diperlukan lagi jasa pos atau kurir untuk mengirimkan foto. Seorang fotojurnalis bisa mengirim fotonya lewat telepon genggam yang dibawanya ke medan perang.
Sebagai gambaran, pada Piala Dunia Sepakbola 2002 lalu, begitu sebuah gol terlihat tercipta dari siaran langsung televisi, lima menit kemudian foto gol itu dalam bentuk data digital sudah sampai di meja redaktur foto Koran-koran di seluruh dunia.
Percepatan pemakaian fotografi sebagai elemen berita dipacu besar-besaran oleh terbitnya Majalah LIFE di Amerika Serikat sekitar tahun 1930-an. Dunia foto jurnalistik bisa dikatakan berhutang besar kepada Wilson Hick yang menjadi redaktur foto pertama majalah itu selama 20 tahun lamanya. Hick adalah orang yang dianggap sebagai perintis kemajuan foto jurnalistik di dunia ini.
Wilson Hicks memang tidak pernah memotret tapi lewat ketajaman intuisinya dan kepemimpinannya lahirlah fotografer-fotografer kelas dunia seperti Elliot Ellisofon, Edward Steichen, Robert Capa dan beberapa lagi. Dari Hicks pulalah lahir dasar-dasar foto jurnalistik.
Apa itu foto jurnalistik? Wilson Hicks menjawab dengan teorinya yang terkenal: Teori Wilson Hicks = Kata dalam foto jurnalistik adalah teks (caption) yang menyertai sebuah foto. Kalau berita tulis dituntut untuk memenuhi kaidah 5W + 1 H (What Where When Who Why dan How), demikian pula foto jurnalistik. Karena tidak bisa keenam elemen itu ada dalam gambar sekaligus, teks foto diperlukan untuk melengkapinya. Seringkali, tanpa teks foto, sebuah foto jurnalistik menjadi tidak berguna sama sekali.
Sekali lagi, penggabungan dua media komunikasi visual dan verbal inilah yang disebut sebagai foto jurnalistik. Suatu ketika kita membaca sebuah surat kabar, yang pertama kita lakukan adalah melihat foto yang menarik, membaca teksnya, kemudian kembali melihat fotonya. Foto halaman pertama sebuah surat kabar adalah elemen terpenting untuk “menjual” edisi surat kabar di hari itu.

Kelebihan Foto
Hakekatnya foto punya kelebihan dibandingkan media tulis. Selain mudah diingat, foto juga punya efek lain yang timbul jika kita melihatnya. Foto bisa menimbulkan efek bayangan yang lain tergantung dari siapa, pekerjaan, pengalaman, pendidikan, pengetahuan dan pengalaman dari orang yang melihatnya.
Karena itulah sebuah foto yang tidak menarik bagi seseorang pembaca, mungkin justru sangat menarik bagi pembaca lain. Sebagai contoh, foto olahraga American Football yang sangat bagus mungkin sangat menarik bagi pembaca di Amerika Serikat. Tapi bagi sebagian besar orang Indonesia, foto ini dilirik pun mungkin tidak.
Selain itu, untuk membuat foto yang menarik, kita harus membuat orang merasa mendapatkan sesuatu yang baru dari foto yang dilihatnya. Foto pembukaan sebuah seminar umumnya adalah foto orang memukul gong. Maka, di Indonesia, foto orang memukul gong sama sekali sudah tidak menarik lagi sebesar apa pun seminar yang menyertainya.
Karena itu, ada sebuah pedoman penting yang harus diingat saat membuat sebuah foto jurnalistik. Pedoman itu tertuang dalam ucapan fotografer Majalah LIFE Co Rentmeester yang berkunjung ke Indonesia pada tahun 1970-an. Pada suatu ceramahnya, Rentmeester berkata, ”Buatlah foto yang lain daripada orang lain”.
Petunjuk Rentmeester itu sangat tepat, apalagi untuk saat ini dimana foto jurnalis di Indonesia sudah sangatlah banyak. Pemilik kamera juga sudah tidak terhitung banyaknya. Kalau kita membuat foto yang sama dengan orang lain, sama sudut pengambilannya dan sama pula jenis lensanya, maka foto kita bisa dikatakan datar dan tidak menarik.
Perlu bagi seorang foto jurnalis untuk banyak-banyak melihat karya orang lain sebagai perbandingan dalam berkarya. Melihat karya orang lain, terutama melihat karya-karya yanag menang dalam sebuah lomba foto, kadang-kadang disalahartikan sebagai cari bahan untuk meniru. Padahal tidaklah demikian.
Untuk memberikan gambaran tentang kreativitas, mungkin kita masih ingat ceritera tentang pengeliling dunia Columbus yang ditantang untuk mendirikan sebuah telur ayam di atas meja. Saat Columbus memecahkan sedikit kulit telur untuk bisa membuatnya berdiri, orang lalu berkata, “Ah, saya pun bisa.”
Padahal, sebelum Columbus memecahkan telur itu, siapa pun mungkin tidak berpikir sampai ke situ. Demikian pula dalam fotografi. Kalau kita melihat sebuah angle foto yang bagus, kita mungkin berpikir, “Apa sulitnya membuat yang begitu”. Padahal, kalau belum ada foto itu, belum tentu kita bisa membuat yang demikian.
Sementara itu, selain definisi yang diberikan Hicks di atas, dalam definisi yang lebih “membumi”, foto jurnalistik adalah foto apa pun yang pembuatan dan pemakaiannya melewati proses jurnalistik.

Peran Fotografi
Pertanyaan pembaca di atas amat menarik sebab selama ini telah terjadi banyak salah paham terhadap fungsi dan peran sebuah foto. Kalimat yang mengatakan bahwa sebuah foto senilai seribu kata itu sebenarnya cuma kiasan, namun sering disalahartikan orang karena dianggap sebagai "peribahasa" panutan. Dalam anggapan yang salah itu, sebuah foto dianggap selalu bisa menggantikan seribu kata-kata. Padahal tidak sama sekali.
Kenyataannya, foto memang mempunyai kelebihan dan keterbatasan tersendiri. Kalau berita secara umum harus mengandung 5W dan 1 H (what, who, when, where, why dan how, atau apa, siapa, kapan, di mana, mengapa dan bagaimana), sebuah foto sulit mengandung keenam hal itu sekaligus.
Sebuah berita bisa mengandung 5W dan 1H karena ia terdiri dari banyak kalimat. Sedangkan sebuah foto sulit mencakup keenam hal itu dalam sebuah media dua dimensi yang dimilikinya. Seorang fotografer pemula, dengan dibuai "peribahasa" di atas sering memaksakan agar foto karyanya mengandung keenam hal sekaligus, sehingga justru menghasilkan karya yang "kusut".
Sebuah foto tidak selalu bisa menerangkan di mana kejadian itu terjadi, siapa yang ada di dalam foto, mengapa adegan dalam foto terjadi, bagaimana adegan dalam foto terjadi atau kapan kejadian itu terjadi, kalau tidak dilengkapi teks foto. Ini kelemahan sebuah foto.
Sebaliknya, foto mempunyai suatu dimensi yang tidak bisa dimiliki kata-kata, yaitu dimensi visual. Untuk menceriterakan wajah seorang wanita yang cantik, walau berjuta kata telah Anda gunakan, belum tentu orang lain bisa segera membayangkan seperti apa wajah wanita yang Anda ceriterakan itu. Namun dengan selembar foto, selesailah sudah penjelasan Anda. Untuk hal ini, betul bahwa sebuah foto menggantikan seribu kata.
Jadi harus dibedakan antara keunggulan sebuah foto dari sisi visual dan keterbatasan foto dari segi kemampuan naratifnya. Dalam kaitannya dengan foto di surat kabar, foto sebagai berita tidaklah bisa berdiri sendiri. Ia selalu membutuhkan keterangan, atau minimal judul foto.
Dalam konteks foto sebagai berita, yaitu di surat kabar, sebuah foto bisa menjadi elemen utama. Di sini yang terjadi adalah tanpa sebuah foto, sebuah berita menjadi tidak berarti. Contoh untuk hal ini adalah berita pencarian koruptor oleh polisi. Kalau foto sang penjahat tidak ikut dimuat, berita itu relatif tidak ada gunanya sebab kekurangan informasi visual tentang bagaimana wajah penjahat yang dicari itu.
Sebuah foto dalam media cetak juga bisa menguatkan isi sebuah berita. Misalnya berita yang dimuat adalah berita tentang kebakaran pasar yang dahsyat. Dengan menambahkan sebuah foto suasana reruntuhan pasar, pembaca bisa ikut membayangkan betapa dahsyatnya api yang berkobar. Gambaran visual memberikan dimensi tertentu pada berita yang dibuat untuk memancing emosi orang.
Sebuah foto, dengan dilengkapi keterangan atau caption, juga bisa mandiri sebagai sebuah berita. Contoh foto berita misalnya pemberitahuan bahwa sebuah foto memenangkan lomba tertentu.
Namun sering juga sebuah foto merupakan "sekadar" elemen pemanis dalam tata letak surat kabar. Bisakah Anda membayangkan halaman pertama surat kabar tanpa sebuah foto pun? Pasti membosankan sekali menatap halaman yang melulu berisi huruf. Di sini foto berfungsi sebagai elemen estetis yang kuran maupun formatnya direncanakan dengan baik.
Sebuah surat kabar boleh saja tidak memuat satu foto pun, namun pasti tidak ada penerbit yang mau berbuat demikian karena koran itu pasti tidak akan dibeli orang. Terus terang, foto sering kali merupakan elemen penarik minat orang pada halaman satu.
Seperti telah disinggung, teks dalam sebuah foto jurnalistik adalah elemen yang membuat sebuah foto lengkap. Maka, peran teks ini tidaklah main-main. Judul foto, yaitu bagian pertama dari teks yang biasanya dicetak tebal, haruslah memberikan gambaran akan isi foto. Judul hendaklah tidak mengulangi info yang telah dilihat oleh mata.
Sebagai contoh, misalnya ada foto orang sedang bersalaman. Janganlah judul foto itu “Bersalaman”. Ini nyinyir kata orang. Judul yang lebih baik mungkin adalah “Pertemuan dua tokoh”, atau “Usai peresmian pabrik”.

Esensi Fotografi
Dalam persuratkabaran, fotografi bisa dibagi dalam dua pemikiran. Pemikiran pertama adalah pemikiran yang berhubungan lay out, dan pemikiran kedua adalah pemikiran yang berhubungan dengan kerja jurnalistik itu sendiri.
Pada perwajahan, redaktur fotografi tidak bisa terlalu kaku untuk memaksakan pemuatan sebuah foto. Harus ada tawar-menawar dengan redaktur artistik untuk mendapatkan penampilan halaman terbaik, terutama untuk halaman pertama. Dengan tidak mengubah isi dan makna sebuah foto, seorang redaktur foto sebaiknya punya beberapa stok foto dan format untuk sebuah kejadian. Memang ada kalanya sang redaktur foto hanya punya satu saja foto untuk sebuah kejadian. Maka untuk keadaan seperti ini, redaktur artistik tidak bisa menawar lagi tapi harus merancang layout dengan satu foto yang ada itu.
Sebagai contoh, sebuah adegan sebaiknya memiliki format vertikal dan format horisontalnya. Stok foto wajah orang sebaiknya punya tiga arah memandang: kiri, kanan dan lurus ke depan (netral). Foto wajah yang diletakkan di kanan halaman sebaiknya menghadapi ke kiri, demikian pula sebaliknya.
Redaktur fotografi juga harus punya stok foto yang tidak basi oleh waktu. Sewaktu-waktu redaktur artistik meminta foto, redaktur fotografi harus bisa menyediakannya. Sering terjadi ada perubahan layout secara mendadak, dan sebuah foto dibutuhkan untuk membuat penampilan sebuah halaman menjadi lebih baik. Sebuah stopper atau pengisi halaman tidaklah harus berita. Bisa juga foto.
Foto sebagai Laporan
Sesuai dengan namanya, foto jurnalistik adalah foto yang "melaporkan" sesuatu. Jurnal adalah laporan, dan jusrnalistik adalah "sesuatu yang bersifat laporan". Maka, foto apa pun yang melaporkan sesuatu bisa disebut sebagai foto jurnalistik.
Sebuah foto piknik buatan tahun 1970-an yang biasa-biasa saja, dibuat orang sangat biasa, mendadak pada tahun 1999 menjadi foto jurnalistik yang sangat menggigit. Masalahnya, dalam foto itu terlihat Gus Dur sedang memangku anak-anaknya.
Atau juga sebuah foto orang menambang emas yang biasa-biasa saja, sempat menjadi foto mahal karena penambangan emas itu di Busang, tempat yang sempat menghebohkan dunia internasional itu.
Seorang rekan fotografer juga mendadak dicari-cari orang karena dialah satu-satunya orang yang punya foto Zarima saat masih menjadi fotomodel pemula. Foto piknik di cerita di atas baru menjadi foto jurnalistik setelah dimuat di sebuah media cetak. Kalau dia tetap tersimpan di laci, ia tetaplah sebuah foto piknik biasa.

Kategori Foto Jurnalistik
Dalam sebuah media cetak, foto terbagi dalam beberapa kategori yang semuanya memang foto jurnalistik.: Pertama, foto hard news. Foto jenis ini misalnya foto bentrokan mahasiswa dengan aparat di depan DPR, atau foto Gunung Merapi meletus, atau foto pengungsi Sampit mendarat di Surabaya. Foto jenis ini sebaiknya dimuat di media cetak sesegera mungkin. Seperti juga berita, foto jenis ini punya masa pakai terbatas, bisa basi. Biasanya, foto jenis inilah yang disebut Foto Jurnalistik pada lomba-lomba foto. Foto hard news ini punya otoritas sendiri, punya kekuatan sama dengan tulisan hard news yang menyertainya.
Kategori kedua adalah foto headshot dan portrait, yaitu foto orang untuk menguatkan berita atau untuk memberitahu pembaca wajah seseorang. Dengan tulisan, kita tidak mungkin menggambarkan wajah orang walau dengan sejuta kata pun. Namun dengan sebuah foto, wajah orang mudah diberitakan.
Kategori ketiga adalah foto features. Jenis ini adalah foto yang tidak basi oleh waktu. Pemuatan foto features ini bisa kapan-kapan tergantung sang media. Foto tipe ini misalnya foto-foto human interest tentang perempuan tua yang membawa kayu bakar, tukang ojek yang sedang memanti penumpang dan lain-lain human interest.
Kategori keempat adalah foto ilustrasi. Foto jenis ini adalah foto yang paling rendah kelasnya dalam foto jurnalistik. Kalau perlu, tidak jadi dimuat juga tidak apa-apa. Jenis ini misalnya foto orang main basket untuk melengkapi tulisan tentang demam basket. Kalau saja sang foto tidak jadi dimuat, sang tulisan tetap bisa berdiri sendiri. (*)

Bahan UAS Komunikasi antar Pribadi dan Kelompok (KAP)

BAB IX
MACAM-MACAM TUGAS DAN PRODUKTIVITAS KELOMPOK

9.1 MACAM-MACAM TUGAS
Task demand mencakup requirement atau persyaratan yang dituntut oleh kelompok. Misalnya, task demand dapat dianalogikan sebagai rencana pembuatan sebuah gedung yang mendeskripsikan tentanf struktur, material, dan sebagainya serta langkah-langkah yang diperlukan. Task demand menentukan resource yang dibutuhkan.
Resource mencakup segala kemampuan yang terkait, misalnya ketrampilan, alat-alat, dan sebagainya, pada anggota kelompok yang akan mengerjakan tugas. Distribution resource yang ada dalam kelompok merupakan hal penting pula dalam kaitannya dengan produktivitas kelompok.
Proses adalah langkah-langkah yang diambil oleh kelompok dalam menjalankan tugasnya. Langkah-langkah mencakup interpersonal serta ntrapersonal actions yang menyangkut, baik productive maupun nonproductive actions.
1.    Task Demands
a.    Sebagian tugas dapat dibagi-bagi atau dipecah-pecah, tetapi sebagian lain tidak dapat dibagi-bagi, sehingga tugas merupakan kesatuan. Misalnya adalah membangun gedung.
b.    Sebagian tugas menuntut hasil yang maksimal, namun sebagian lain menuntut hasil yang optimal, perumahan rakyat pada umumnya untuk mencapai hasil yang maksimal atau sebanyak-banyaknya, tetapi kualitas sering kurang diperhatikan.
c.    Tugas dapat berbeda-beda dan menuntut kontribusi anggota kelompok yang berbeda-beda pula.
9.2 PERFORMA KELOMPOK DALAM UNITARY TASK
Dalam hal ini, produktivitas kelompok tergantung pada task demands produktivitas kelompok tergantung pada task demands, group members resources, dan group process. Apabila ketiganya bervariasi, maka hasilnya akan bervariasi pula. Menurut Steiner, group resources dapat ditentukan dengan mengidentifikasi individual resources.


9.3 PERFORMA KELOMPOK DALAM DIVISIBLE TASK
Divisible task merupakan tugas yang lebih kompleks daripada unitary task. Apabila tugas dapat dibagi-bagi dalam subtugas, maka tugas-tugas dapat dihadapi oleh orang-orang yang berbeda dari anggota kelompok atau oleh anggota subkelompok. Apabila individu disesuaikan dengan subtugas, maka tugas keseluruhan lalu menjadi tugas yang aditif dan hasil final merupakan kombinasi hasil individu atau output subkelompok. Dalam hal ini, prediksi mengenai group productivity sama dengan unitary additive task. Agar output keseluruhan benar, maka kita dapat menuntut agar masing-masing subkelompok mengerjakan tugasnya dengan benar. Untuk tugas seperti demikian, prediksi produktivitas kelompok sama dengan conjunctive unitary task.

BAB X
PENGAMBILAN KEPUTUSAN KELOMPOK

10.1 PENGANTAR
Pengambilan keputusan dapat ditentukan tidak hanya oleh seseorang, tetapi juga dapat ditentukan oleh kelompok. Pada umumnya, keputusam yang diambil oleh seseorang akan berbeda dengan keputusan yang diambil oleh kelompok.

10.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPERTINGGI EFEKTIVITAS PENGAMBILAN KEPUTUSAN OLEH KELOMPOK
Heywood memberikan gambaran bahwa pemikiran banyak orang akan lebih baik daripada hanya seorang. Namun, pendapat di atas bukan berarti tidak ada faktor-faktor yang dapat menghambat maupun mendukung keputusan yang diambil secara bersama atau berkelompok.
1.    interdependensi Positif
Artinya, para anggota saling bergantung satu dengan yang lain secara positif.
2.    Individual Accountability
Ada tanggungjawab individu. Artinyam tiap anggota dalam kelompok mempunyai andil tanggung jawab terhadap kesuksesan kelompok.
3.    Promotive Interaction
Promotive interaction dapat diartikan bahwa masing-masing anggota saling mendorong dan saling memberikan kesempatan usaha satu dengan yang lain dalam rangka menyelesaikan tugas ataupun dalam rangka pencapaian tujuan kelompok.
4.    Socially Skilled Group Members
Apabila kelompok tidak mempunyai social skill untuk berinteraksi secara efektif, maka kelompok tidak akan produktif.
5.    Group Processing
Kualitas pengambilan keputusan kelompok akan efektif apabila anggota kelompk secara teratur mendiskusikan bagaimana supaya anggota efektif dalam bekerja sama dan keterampilan apa yang diperlukan untuk meningkatkan fungsi kelompok di waktu yang akan datang.


10.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MENGHAMBAT PENGAMBILAN KEPUTUSAN KELOMPOK
Kelompok telah memberikan gambaran bahwa keputusan yang diambil secara kelompok lebih baik daripada yang diambil secara individu, tetapi ada keadaan bahwa pengambilan keputusan secara kelompok tidak efektif. Berikut adalah beberapa faktor yang menghambat pengambilan keputusan kelompok.
1.    Lack of Group Maturity
Anggota kelompok membutuhkan waktu untuk saling bekerja satu dengan yang lain.
2.    Uncritically Giving One’s Dominant Responses
Jika ada sikap yang tidak kritis dan mudah memberikan respons atau dukungan pada pendapat yang dominan, maka pengambilan keputusan secara kelompok tidak efektif.
3.    Social Loafing
Sifat bermalas-malasan dari kelompok akan menjadi hambatan dalam pengambilan keputusan secara kelompok.
4.    Conflicting Goals of Group Members
Apabila dalam kelompok ada tujuan yang tidak sama di antara anggota kelompok, maka akan menjadi hambatan dalam mengambil keputusan secara kelompok.
5.    Failure to Communicate and Utilize Information
Tidak semua anggota kelompok berpartisipasi sama dalam kelompok dan tidak semua kontribusi diperhatikan dengan seksama oleh anggota kelompok.
6.    Egocentrism of Group Members (sifar egosentris anggota kelompok)
Apabila ada anggota yang egosentris, maka ia berpendapat hanya dirinyalah yang tepat dan anggota yang lain diminta agar dapat menerima pendapatnya.
7.    Lack of Sufficient Heterogenity
Kelompok akan produktif secara optimal, tergantung pada seberapa jauh informasi yang dibutuhkan, keterampilan, dan sudut pandang yang ada.
8.    Inappropriate Group Size
Sebagian pengambilan keputusan membutuhkan kelompok yang besar, namun dalam hal-hal tertentu membutuhkan anggota kelompok yang kecil.
9.    Lack of Sufficient Time
Salah satu kelebihan pengambilan keputusan oleh kelompok daripada keputusan individu adalah waktu yang cukup.

10.4 METODE PENGAMBILAN KEPUTUSAN
1. Pengambilan Keputusan oleh Otoritas Tanpa Diskusi Kelompok
2. Keputusan Diambil oleh Otoritas Setelah Mengadakan Diskusi Kelompok
3. Keputusan Diambil oleh Seorang Ahli(Expert)
4. Keputusan yang diambil dengan Rerata Pendapat Individu
5. Keputusan Diambil oleh Minoritas
6. Keputusan Diambil dengan Suara Terbanyak (Voting)
7. Keputusan Diambil dengan Konsensus (Kesepakatan Bersama)

BAB XI
SINTALITAS KELOMPOK

11.1 PENGERTIAN SINTALITAS
Teori sintalitas kelompok dikemukakan oleh Cattel dan merupakan pendekatansecara teoritis. Teori Cattel mengandung dua bagian yang berkaitan satu dengan lainnya (interrelated), yaitu satu bagian berkaitan dengan dimensi kelompok dan yang lain berkaitan dengan dinamika sintalitas.
Sifat-sifat populasi adalah sifat-sifat individu yang membentuk kelompok. Sifat-sifat pribadi independen dari kelompok dan akan dibawa ke kelompok apabila individu sebagai anggota kelompok.
Sintalitas didefinisikan sebagai kepribadian kelompok (the personality of the group) atau lebih tepat sebagai setiap efek yang dipunyai oleh kelompok secara total.
Sifat-sifat struktur internal adalah hubungan antaranggota kelompok dan sifat-sifat struktur yang dipantulkan dalam pola organisasi kelompok.
Hubungan antara ketiga panel adalah saling bergantung satu dengan yang lain (interdependency). Apabila kita telah mengetahui hukum-hukum dalam perilaku kelompok, maka akan dapat memprediksi salah satu panel apabila dua panel yang lain telah diketahui pula.

11.2 DINAMIKA SINTALITAS
Konsep pokok untuk menganalisis dinamika sintalitas adalah sinergi. Tiap individu bergabung dalam kelompok dengan tujuan memenuhi beberapa kebutuhan psikologis.
Aktivitas kelompok secara khusus ada dua macam, yaitu; (a) aktivitas untuk mempertahankan atau merawat kelompok. (b)aktivitas yang ditujukan untuk mencapai tujuan kelompok.
Cattel mengajukan tujuh teori dalam menganalisis dinamika sintalitas, yang sebgaian besar merupakan spesifikasi sifat-sifat sinergi.
1.    Kleompok dibentuk untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan individu dan akan bubar apabila sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu.
2.    Besar jumlah sinergi dalam kelompol merupakan resultan vektorial atau hasil sikap yang ada pada para anggota kelompok terhadap kelompok.
3.    Sinergi efektif dapat ditujukan untuk mencapai tujuan di luar kelompok, sehingga sinergi efektif dapat membentuk pola-pola reaksi kelompok.
4.    Tiap anggota kelompok dapat menggunakan kelompok untuk mendapatkan tujuan pribadi.
5.    Pola perilaku dalam kelompok seperti kesetiaan, ketaatan, dan sebagainya dipelajari berkaitan dengan hukum efek.
6.    Anggota kelompok mungkin mengalami tumpang tindih, tetapi sinergi total dalam kelompok seperti demikian tetap konstan sepanjang sinergi pemeliharaan pada masing-masing kelompok tetap pada tingkat yang sama saat menuju tujuan yang sama.
7.    Adanya kesejajaran yang erat antara sifat-sifat pribadi anggota kelompok dengan sifat-sifat sintalitas kelompok.
Demikian pendapat Cattel mengenai sintalitas kelompok yang mengandung dimensi kelompok dan dinamika sintalitas.

 BAB XII
KONFLIK

12.1 PENGERTIAN KONFLIK
Konflik adalah suatu situasi dimana dua orang atau lebih atau dua kelompok atau lebih tidak setuju terhadap hal-hal atau situasi-situasi yang berkaitan dengan keadaan, keadaan yang aantagonistis. Dengan kata lain, konflik akan timbul apabila terjadi aktivitas yang tidak memiliki kecocokan (incompatible). Aktivitas yang incompatible adalah apabila suatu aktivitas dihalangi atau diblok oleh aktivitas lain.

12.2 MACAM-MACAM KONFLIK
Konflik dapat bermacam-macam jenisnya, yaitu:
1.    Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik yang ada pada diri seseorang.
2.    Konflik Interpersonal
Konflik interpersonal adalah konflik antarpribadi
3.    Konflik Intragroup
Konflik intragroup merupakan konflik yang ada dalam kelompok antara anggota satu dengan yang lain, sehingga kelompok dapat mengalami perpecahan.
4.    Konflik Intergroup
Konflik intergroup adalah konflik yang timbul antara jkelompok satu dengan kelompok lain dan dapat terjadi antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
5.    Konflik Antarorganisasi
Konflik antarorganisasi adalah konflik yang timbul antara organisasi satu dengan yang lain.
6.    Konflik Antarnegara
Konflik antarnegara adalah konflik yang timbul antara negara satu dengan negara lain.

12.3 KONFLIK DESTRUKTIF DAN KONSTRUKTIF
Konflik dapat bersifat destruktif, tetapi dapat pula bersifat konstruktif. Konflik destruktif timbul apabila seseorang atau anggota kelompok merasa tidak puas dengan hasil yang didapat dan arahnya dapat merusak.
Konflik yang bersifat konstrukstif dapat berdampak positif, antara lain: meningkatkan harga diri apabila konflik dapat dipecahkan dengan baik; kepercayaan yang lebih besar; meningkatkan harga diri kelompok; serta meningkatkan hubungan dalam kelompok, sehingga hubungan akan menjadi lebih erat.

12.4 KONFLIK DAN MASYARAKAT YANG PLURALISTIK
Dalam masyarakat yang plural, kiranya kesempatan munculnya konflik selalu ada. Adanya tujuan serta norma yang berbeda, bahkan kadang-kadang antagonistis, akan memudahkan timbulnya konflik antara satu kelompok dengan kelompok yang lainnya.

12.5 KONTEKS SOSIAL DALAM KONFLIK
Apabila dua individu mengalam konflik, sedangkan mereka merupakan anggota kelompok yang berbeda, maka konflik tidak hanya terbatas pada individu-individu. Konflik akan tertarik ke atas, sehingga konflik dialami pula oleh kelompok satu dengan yang lain atau organisasi satu dengan yang lain.

12.6 STRATEGI MENGHADAPI KONFLIK
Dalam menghadapi konflik, ada berbgai macam strategi yang dapat digunakan. Apabila terjadi konflik, maka ada dua hal pokok yang perlu diperhatikan, yaitu: (a) mencapai kesepakatan (agreement) yang memuaskan kebutuhan dan tercapainya tujuan dan (b) memelihara hubungan yang pantas (appropriate) dengan orang atau pihak lain. Tujuan (goal) maupun hubungan (relationship) merupakan keadaan kontinum, dari yang tidak penting (low) sampai yang penting (high). Berdasarkan hal-hal di atas, ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi.
1.    Tujuan tinggi (sangat penting) dan hubungan dan tinggi.
2.    Hubungan tinggi (sangat penting), tetapi tujuan rendah (tidak penting)
3.    Tujuan sangat penting, hubungan tidak penting
4.    Tujuan dan hubungan keduanya moderat
5.    Tujuan tidak penting, demikian pula hubungan
BAB XIII
NEGOSIASI

13.1 PENGERTIAN NEGOSIASI
Negosiasi merupakan suatu ketrampilan, sehingga dapat dipelajari. Negosiasi adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang yang mempunyai bagian dalam konflik, ingin mencapai kesepakatan, dan mencoba mencapai penyelesaian. Negosiasi bersifat distributif, yaitu apabila satu pihak memperoleh benefit dan pihak lain menerima, lalu mereka membuat konsensus. Kemudian, negosiasi dapat pula bersifat integratif, yaitu apabila kedua belah pihak bekerja sama untuk memperoleh solusi yang akan bermanfaat bagi keduanya.

13.2 INTERDEPENDENSI DALAM NEGOSIASI
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam negosiasi.
1.    Ada tiga interdependensi yang melekat dalam tiap negosiasi, yaitu: participation interdependence, outcome interdependence, dan information interdependence.
2.    Dalam setiap negosiasi, ada elemen kooperatif dan kompetitif.
3.    Selama negosiasi berlangsung, terbentuklah norma umum, yaitu norma timbal balik dan norma keadilan.
4.    Negosiasi mempunyai dimensi waktu, yaitu permulaan, tengah, dan akhir.
5.    Dalam negosiasi, pihak yang berselisih menghadapi dilema tujuan.

13.3 PENGELOLAAN KONFLIK
Dalam masalah konflik, ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mengelola konflik, yaitu pelatihan keterampilan antarpribadi dan campur tangan pihak ketiga.
1.    Mengadakan Latihan Kerja Sama Antarpribadi atau Antarkelompok
Dalam kontak langsung dan mengadakan kerja sama antarpribadi atau antarkelompok, kita akan mempelajari beberapa keterampilan, antara lain:
a.    Mendengarkan secara aktif dan reflektif pihak lain
b.    Melatih dan menumbuhkan empati
c.    Menerima, memberi, dan menggunakan masukan yang konstruktif
d.    Dengan kontak secara langsung, masing-masing pihak dapat menyelami apa yang ada sebenarnya pada masing-masing pihak

2.    Campur Tangan Pihak Ketiga
Apabila pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok mengalami kesulitan dalam mengelola konflik di antara mereka, maka pilihan yang paling tepat ialah menghadirkan pihak ketiga. Ada beberapa strategi yang dapat ditempuh, yaitu:
a.    Keputusan pengadilan
b.    Melibatkan mediator atau penengah
c.    Pendamai
d.    Pencari fakta
Pada umumnya, dari semua pendekatan di atas, para ahli lebih menekankan pada mediator.

13.4 WIN-LOSE SOLUTION
Agar mencapai penyelesaian konflik yang memuaskan, selain harus melibatkan kedua belah pihak yang berkonflik, kita pun harus dapat memenuhi atau memuaskan keduanya. Demikianlah yang dimaksud win-win solution. Sebaliknya, kalau sifat kompetitif yang lebih dipentingkan, maka pemecahan masalah konflik hanya memenuhi kepentingan salah satu pihak dan disebut win-lose solution. Namun, konflik pun dapat berakhir kalah-kalah, sehingga tidak memenuhi keinginan satu pihak pun.
Dalm win-lose solution, faktor-faktor yang berperan adalah:
1.    Ada keyakinan bahwa dalam konflik ada yang kalah supaya yang lain menang.
2.    Pada keadaan yang demikian, umumnya seseorang atau suatu kelompok tidak dapat melihat hal-hal yang negatif pada pihaknya.
3.    Pada umunya, kejujuran dari pihak-pihak tertentu masih kurang.
4.    Ada perasaan ingin saling membalas satu dengan yang lain.
5.    Pada umumnya, mereka terlalu emosional.
6.    Ada anggapan bahwa pihak lainlah yang salah.

13.5 WIN-WIN SOLUTION
Dalam win-win solution, ada langkah-langkah yang perlu diambil, yaitu:
1.    Mengenali adanya masalah
2.    Menyadari posisi masing-masing pihak
3.    Mendiskusikan masalah dan kemungkinan penyelesaiannya
4.    Menyelesaikan masalah yang dapat diterima oleh kedua belah pihak
Berkaitan dengan hal-hal diatas, kita perlu mengingat atau memperhatikan:
1.    Apakah pemecahan masalah adil untuk kedua belah pihak?
2.    Apakah kedua belah pihak merasa puas dengan pemecahan masalahnya?
3.    Apakah hak dan kewajiban kedua belah pihak dapat benar-benar dimengerti atau dipahami?
Apabila kita dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas dengan baik, maka pemecahan masalah sudah mencapai hasil yang sebaik-baiknya dan memuaskan kedua belah pihak.


(Bahan UAS mata kuliah KAP  disarikan dari Buku Dr. Bimo W)

Wednesday, December 5, 2012

Bahan UAS mata Kuliah Public Speaking dan Retorika

Sejarah Retorika

 Belajar tentang retorika, dimulai dari sejarah Retorika pada tahun 467 sebelum Masehi, Korax seorang Yunani dan muridnya Teisios (keduanya berasal dari Syrakuse –Sisilia) menerbitkan sebuah buku yang pertama tentang Retorika. Tetapi retorika sebagai seni dan kepandaian berbicara, sudah ada dalam sejarah jauh lebih dahulu. Misalnya dalam kesusteraan Yunani kuno, Homerus dalam Ilias dan Odyssee menulis pidato yang panjang. Juga bangsa-bangsa seperti Mesir, India dan Cina sudah mengembangkan seni berbicara jauh hari sebelumnya.

Plato, menjadikan Gorgias dan Socrates sebagai contoh retorika yang benar, atau re torika yang berdasarkan pada Sophisme dan re torika yang berdasar pada filsafat. Sophisme mengajarkan kebenaran yang relatif. Filsafat membawa orang kepada pengetahuan yang sejati. Ketika merumuskan retorika yang benar-benar membawa orang pada hakikat – Plato membahas organisasi gaya, dan penyampaian pesan. Dalam karyanya, Dialog, Plato menganjurkan para pembicara untuk menganal ”jiwa” pendengarnya. Dengan demikian, Plato meletakkan dasar-dasar re torika ilmiah dan psikologi khalayak. Ia te lah mengubah re torika sebagai sekumpulan teknik (sophisme ) menjadi sebuah wacana ilmiah.

Pengertian Retorika

Dalam buku Theories of Human Communication karangan Little John, dikatakan bahwa studi retorika sesungguhnya adalah bagian dari disiplin ilmu komunikasi. Mengapa? karena di dalam retorika terdapat penggunaan simbol-simbol yang dilakukan oleh manusia. Karena itu Retorika berhubungan erat dengan komunikasi Persuasi. Sehingga dikatakan retorika adalah suatu seni dari mengkonstruksikan argumen dan pembuatan pidato. Little John mengatakan re torika adalah ” adjusting ideas to people and people to ideas” (Little John, 2004,p.50)

Selanjutnya dikatakan bahwa Retorika adalah seni untuk berbicara, baik yang dipergunakan dalam proses komunikasi antarmanusia (Hendrikus, 1991,p.14). Sedangkan oleh sejarawan dan negarawan George Kennedy ( mendefinisikan re torika sebagai …” the energy inherent in emotion and thought, transmitted through a system of signs, including language to other to influence their decisions or actions” (dikutip dalam Puspa, 2005:p.10) atau kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Retorika adalah…”suatu energi yang inheren dengan emosi dan pemikiran, yang dipancarkan melalui sebuah sistem dari tanda-tanda, termasuk didalamnya bahsa yang ditujukan pada orang lain untuk mempengaruhi pendapat mereka atau aksi mereka

Retorika (rethoric) biasanya disinonimkan dengan seni atau kepandaian berpidato, sedangkan tujuannya adalah, menyampaikan fikiran dan perasaan kepada orang lain agar mereka mengikuti kehendak kita

Menurut Aristoteles, Dalam retorika terdapat 3 bagian inti (Canon-canon Aristoteles) yaitu :

1- Ethos (ethical) : Yaitu karakter pembicara yang dapat dilihat dari cara ia berkomunikasi

2- Pathos (emotional) : Yaitu perasaan emosional khalayak yang dapat dipahami dengan pendekatan “Psikologi massa”.

3- Logos (logical) : Yaitu pemilihan kata atau kalimat atau ungkapan oleh pembicara. Resiko slip tongue (selip lidah).

Menurut Kenneth Burke, bahwa setiap bentuk-bentuk komunikasi adalah sebuah drama. Karenanya seorang pembicara hendaknya mampu ‘mendramatisir’ keadaan khalayaknya. (Dramaturgical Theory)

Menurut Walter Fisher, bahwa setiap komunikasi adalah bentuk dari cerita (storytelling). Karenanya, jika kita mampu bercerita sesungguhnya kita punya potensi untuk berceramah. (Narrative Paradigm)

Tokoh-tokoh Podium

- HOS Tjokroaminoto

- Ir. Soekarno

- Adolf Hitler  muridnya adalah Goebbels

- Benito Musollini

- Napoleon Bonaparte

- Dll.

Macam-macam Pidato
Pidato Ilmiah
Pidato Ritual Keagamaan (khutbah, kebaktian, dll)
Pidato di Pengadilan (Jaksa, Pembela)
Ceramah Umum
Kuliah/ mengajar
Diskusi
Seminar
Pidato Politik

Unsur Pesan Komunikasi

Seorang komunikator menyampaikan pesan-pesan melalui :

1. Pesan Linguistik

Untuk menyampaikan pesan bahasa tertentu kita harus menguasai:

a. Fonologi (mengujarkan bunyi kata)

b. Sintaksis (membentuk kalimat)

c. Semantik (memahami kata atau gabungan kata)

d. Memahami secara konseptual tentang dunia kita dan dunia yang kita bicarakan

e. Mempunyai sistem kepercayaan untuk menilai apa yang kita dengar

2. Pesan Nonverbal memiliki fungsi :

a. Repetisi – mengulang kembali bahasa verbal

b. Subtitusi – mennggantikan bahasa verbal

c. Kontradiksi – menolak pesan verbal

d. Komplemen – melengkapi pesan verbal

e. Aksentuasi – menegaskan pesan verbal

Ada enam jenis pesan non verbal :

1). Kinesik (gerak tubuh) : fasial, gestural, postural

2). Paralinguistik (suara)

3). Proksemik (penggunaan ruang sosial atau personal)

4). Olfaksi (penciuman)

5). Sensitivitas kulit

6). Artifaktual (pakaian dan kosmetik)

Struktur Pesan

Secara umum setiap pesan yang secara sengaja disampaikan melalui Pidato terdiri atas :
Pendahuluan
Salam
Penyampaian kepada hadirin
Maksud atau tujuan
Materi
Pendekatan awal (kisah, menyampaikan data, dll.)
Pertanyaan atau mengemukakan inti masalah
Pembahahasan
Penutup
Kesimpulan
Himbauan

Ucapan Salam Kepada Hadirin

1. Tujuan hadirin perlu diranking berdasarkan status dan kaitannya dengan acara

2. Orang-orang penting hendaknya disebutkan secara khusus

3. Tidak semua acara memerlukan penyebutan secara bertahap dan rinci.

Maksud dan Tujuan

Maksud, tujuan atau bahkan judul ceramah seringkali perlu diutarakan dengan jelas.

Materi atau Isi Pidato secara umum

§ Akar tunggang Judul yang aktual

§ Batang Logika yang konsisten

§ Cabang/ranting Kerangka yang sistematis

§ Daun Analisa yang logis

§ Bunga Variasi, humor, pepatah, puisi, dll.

§ Buah Berkesimpulan

Bagaimana menutup ceramah ?
Usahakan menyampaikan kesimpulan pidato dan himbauan yang praktis yang bisa dibawa oleh khalayak untuk dilaksanakan.
Salam

Mengumpulkan dan menyiapkan Materi Pidato

Sumber Materi :

§ Kitab Suci & Sumber-sumber sejenis lainnya

§ Kisah-kisah yang relevan dengan topik

§ Berita dan informasi yang lagi aktual

§ Buku-buku ilmu pengetahuan lainnya

§ Kamus dan dictionary

§ Hasil laporan penelitian, data-data, dan referensi lainnya

§ Teknologi informatika (web/ blog/ online sources)

Memilih topik dan judul :

§ Seberapa urgen judul yang sesuai dengan waktu dan situasi ?

§ Judul sebaiknya berupa kalimat sempurna (affermative statement)

§ Apakah waktu yang tersedia sesuai dengan cakupan judul yang dipilih ?

§ Apakah audiens yang hadir cocok dengan cakupan judul yang dipilih ?

§ Apakah cara pemaparan dan pengambilan kesimpulan dengan metode induksi atau deduksi ?

§ Apa yang dapat dibawa oleh khalayak ?

Pendahuluan pidato haruslah :

- Padat

- Gaya bahasa menarik

- Menghindari “Redundancy”

- Diluar dugaan (surprise)

- Bagaikan Iklan

Materi pidato

- Materi jangan terlalu luas

- Jangan berharap orang lain (khalayak) langsung mengerti

- Satu segi saja

- Cara lebih dipentingkan dari isi

Keberhasilan penceramah dalam menyampaikan pesan:

1- Mengetahui secara detail sesuatu yang dibahas terutama yang menyangkut masalah ilmiah dan mengandung masalah yang interpretable dan debateable. Jika tidak sampaikan gagasan yang bersifat ‘informatif’ saja.

2- Sampaikan dengan ikhlas dan tulus yang muncul dari tanggungjawab pribadi.

3- Ungkapkan dengan bahasa yang sopan, bijaksana dan santun

4- Terus menerus dalam menyampaikan pesan kebenaran dan jangan bosan-bosan. Bersabarlah untuk memdapatkan hasil yang diinginkan

5- Mulailah apa yang dikatakan didepan hadirin pada diri sendiri

Persiapan Pidato

- Pakaian sederhana

- Keadaan fisik yang mantap edan sehat

- Materi disiapkan, bila perlu didiskusikan terlebih dahulu

- Bagi pemula, upayakan berlatih dahulu

- Materi harus dipilih yang penting dan mendesak

- Jangan mengharap ‘salam tempel’ dan ‘pujian’

- Jangan pidato kalau sakit, pikiran kacau, lapar, atau haus

Saat berpidato, perlu diperhatikan

- Sikapnya

- Air mukanya

- Pakaiannya

- Ucapannya, harus fasih (khususnya Bahasa Asing)

- Gerak geriknya

- Tata rias/ make-up nya

Senjata Pidato

- Doa

- Pepatah

- Humor/lelucon

- Semangat berapi-api

- Syahdu

- Lagu-lagu

- Alat peraga

Apabila audiens banyak, maka :

- Volume suara tambah keras

- Tekanan/nada suara tinggi

- Tempo harus lambat

- Bahasa harus awam (dimengerti umum)

- Logikanya sederhana

- Semangatnya tinggi

Penutup pidato

- Kalimat kunci sebagai simpulan (harapan dan penekanan)

- Pepatah yang akan diingat khalayak

- Usahakan agar audiens penasaran

GAYA KOMUNIKASI LAINNYA

Persuasi

รพ Persuasi adalah “cara untuk mengubah sikap dan prilaku orang dengan menggunakan kata-kata lisan dan tertulis” (McGuire).

รพ Persuasi adalah “menanamkan opini baru” (Hovland).

รพ Persuasi adalah “usaha yang disadari untuk mengubah sikap, kepercayaan atau perilaku orang melalui transmisi pesan” (Bettinghaus).

รพ Persuasi adalah ”suatu proses timbal balik yang didalamnya komunikator, dengan sengaja atau tidak, menimbulkan perasaan responsif pada orang lain”(Nimmo)

Propaganda

รพ Propaganda adalah pesan yang melibatkan simbol-simbol yang mencakup empat hal. Pertama, interaksi simbolik atau pesan-pesan politik yang digambarkan lewat lambang. Kedua, menggunakan pesan-pesan politik yang didramatisir sedemikian rupa sehingga memberikan kepuasan pribadi dan dampak tidak langsung. Ketiga, Penggunaan psikolinguistik yakni penggunaan bahasa tertentu yang memiliki dampak psikologis. Dan keempat, Penggunaan sosiolinguistik yaitu penggunaan bahasa yang memiliki dampak sosiologis tertentu.

รพ Ellul membedakan propaganda vertikal dan horizontal. Yang pertama adalah transmisi dari satu kepada banyak dan terutama mengandalkan media massa bagi penyebaran imbauannya. Sedangkan propaganda horizontal bekerja lebih diantara keanggotaan kelompok ketimbang dari pemimpin kepada kelompok, lebih banyak melalui komunikasi interpersonal dan komunikasi organisasi daripada menggunakan komunikasi massa.

รพ Nimmo menyarankan, supaya persuasi dan propaganda berhasil dengan baik, maka perlu diperhatian secara khusus prinsip-prinsip umum berikut yang dianalisis dari penelitian mengenai pengaruh komunikator terhadap keberhasilan usaha persuasif. Unsur-unsur itu adalah :

1. status komunikator

2. kredibilitas komunikator

3. daya tarik komunikator

4. isi pesan

5. struktur pesan

6. pemilihan media yang digunakan secara tepat.

Ketertarikan khalayak terhadap Pesan yang dipakai

รพ Topik (pesan) yang dibahas

รพ Cara penyampaian

รพ Teknik-teknik mengembangkan pokok bahasan

รพ Bahasa yang dipakai

รพ Organisasi pesan yang dipakai

รพ Situasi yang dihadapi (setiap khalayak memiliki kondisi yang unik)

รพ Keahlian (profesionalitas)

รพ Kejujuran





Sunday, December 2, 2012

Kelompok dan Pengaruhnya terhadap Komunikasi



Kelompok dan Pengaruhnya Terhadap Komunikasi Tidak semua himpunan orang disebut kelompok. Orang yang berkumpul di terminal bus, yang antri di depan loket bioskop, yang berbelanja di pasar-pasar semuanya disebut agregat.

Agar agregat menjadi kelompok diperlukan kesadaran pada anggota-anggotanya akan ikatan yang sama yang mempersatukan mereka. Kelompok (organisasi, baik organisasi formal dan informal) mempunyai tujuan dan melibatkan interaksi diantara anggota-anggotanya.

Menurut Baron dan Byrne dalam bukunya Social Psychology, Understanding Human Interaction, penerbit Boston 1979 – menyatakan : Kelompok mempunyai 2 tanda psikologis, yang pertama angota- anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok – ada sense of belonging yang tidak dimiliki oleh orang non-anggota.

Kedua, nasib anggota-anggota kelompok saling bergantung, sehingga hasil setiap orang terikat dalam cara tertentu dengan hasil yang lain. Hubungan Personal dan Impersonal Hubungan personal lebih dalam dari sekedar hubungan impersonal.

Dalam hubungan personal seseorang merasa terikat secara emosional dengan orang yang lain, misalnya hubungan antara anggota keluarga inti (bapak-ibu-kakak-adik) disebut hubungan personal, begitu juga dengan kekasih atau sahabat disebut hubungan personal.

Sedangkan yang dimaksud dengan hubungan impersonal yakni interaksi antara dua individu namun tanpa keterikatan emosi yang mendalam, contohnya atasan dan bawahan.Dosen dan mahasiswa.

Hubungan antara tetangga dalam kompleks pemukiman elite di Ibu Kota dan lainnya. Robert C. Binkley dan Frances W Binkley menulis : “Perbedaan antara hubungan personal dan impersonal sangat penting dalam kehidupan manusia. Hubungan personal, sahabat dengan sahabat atau suami dengan istri, apakah dimotivasi cinta dan kebencian, bersifat sementara atau menetap, menonjol secara berbeda dibandingkan impersonal.

Kualitas hubungan personal yang paling jelas dan pasti adalah sifatnya yang tak dapat dipindahlan (non transferable). Hubungan ini terikat pada individu tertentu yang tidak dapat diduplikasi atau digantikan. Hubungan personal yang baru dapat dibuat, yang lama dibuang, motif utama yang merintis hubungan lama dapat memberi tempat pada motif yang lain, tetapi individu tidak dapat digantikan dengan individu yang lain dalam hubungan yang sama.

In-Group dan Out-Group In-Group adalah kelompok kita, dan Out-Group adalah kelompok mereka. In-Group dapat berupa kelompok primer maupun sekunder. Keluara kita adalah In-Group yang primer. Fakultas kita adalah In-Group yang kelompok sekunder. Perasaan In-Group deiungkapkan dengan kesetiaan, solidaritas, kesenangan, dan kerja sama.

Untuk membedakan antara In-Group dan Out-Group, kita membuat batas (boundaries) yang menentukan siapa masuk ke dalam, dan siapa orang luar. Batasan- batasan ini dapat berupa lokasi geografis (wilayah), suku bangsa, pandangan atau ideologi, bahasa, agama, kekerabatan dll. Semangat ini lazim disebut dengan kohesif kelompok.

Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder. Walaupun kita menjadi anggota banyak kelompok, kita terikat secara emosional hanya pada beberapa kelompok saja. Hubungan kita dengan keluarga kita, kawan-kawan kita, dan tetangga yang dekat (di kampung/desa bukan di real estate), terasa lebih akrab, lebih personal, lebih menyentuh hati kita. Kelompok ini disebut dengan kelompok primer.

Menurut Charles Holston Cooley dalam bukunya Social Organization - penerbit New York (1909) mendefinisikan kelompok primer berkarakteristik lebih dekat dan lebih hangat dalam bekerja sama dan berinteraksi.

Sedangkan kelompok sekunder adalah lawan kata kelompok primer. Hubungan kita dengan mereka (kelompok sekunder) tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita, namun solidaritas masih ada bila menyangkut sebah kepentingan tertentu.

Termasuk dalam kelompok sekunder adalah : organisasi massa, fakultas, universitas, serikat buruh, dan sebagainya. Kita dapat melihat perbedaan utama antara kedua kelompok ini dari karakteristik komunikasinya. Cooley menyebutkan ada 2 karakteristik dasar antara komunikasi kelompok primer dan sekunder. Pertama, kualitas komunikasi kelompok primer bersifat dalam dan meluas.

Dalam arti menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur- unsur back stage (perilaku yang hanya kita tampakkan secara privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok primer kita leluasa mengungkapkan hal- hal yang bersifat pribadi dengan berbagai lambang, verbal maupun non verbal.

Sedangkan, pada kelompok sekunder, komunikasi hanya bersifat dangkal, (hanya menembus bagian luar dari kepribadian kita saja) dan terbatas (hanya berkenaan dengan hal-hal tertentu saja). Lambang komunikasi umumnya verbal dan sedikit sekali non verbal.

Kedua, komunikasi pada kelompok primer bersifat personal. Dalam kelompok primer yang penting buat kita ialah siapa dia, bukan apakah dia. Kita mengkomunikasikan seluruh pribadi kita. Hubungan kita dengan anggota kelompok primer bersifat unik dan tidak dapat dipindahkan (non transferable). Contohnya seorang anak ditinggal wafat ibunya, dan ayahnya mempunyai istri lagi (lebih cantik dan lebih muda).

Tetapi hubungan anak dan ibu kandungnya tidak dapat dipindahkan begitu saja dengan hubungan dengan ibu tirinya. Jenis hubungan antara anak dengan mendiang ibu kandung disebut personal. Semenyara dengan ibu tiri masih impersonal.

Kemudian contoh impersonal adalah dengan hubungan antara karyawan dengan manajer cabang (branch manager). Karyawan tersebut dapat memindahkan (transferable) hubungan dengan branch manager pengganti yang baru dengan relatif tanpa kesulitan yang berarti. Hubungan ini disebut hubungan impersonal.

Mung P

Thursday, October 18, 2012

TEKNIK TAKTIS WAWANCARA



I.  PENDAHULUAN

    Wawancara  (interview) merupakan salah satu pengumpulan data dengan cara bertanya jawab langsung berhadap-hadapan dengan responden. Cara ini merupakan alat yang baik untuk meneliti pendapat, keyakinan, motivasi, perasaan dan proyeksi seseorang tentang masa depannya.

    Wawancara mempunyai kemampuan yang cukup besar untuk menggali masa lalu seseorang serta rahasia-rahasia hidupnya. Kecuali itu ia juga dapat digunakan untuk menangkap aksi-aksi orang, dalam bentuk ekspresi dalam pembicaraan-pembicaraan sewaktu tanya jawab sedang berjalan. karena itu, di tangan seseorang pewawancara yang mahir, wawancara akan merupakan alat pengumpul data yang sekaligus dapat mencek dan merecek ketelitian dan kemantapannya. Keterangan-keterangan verbal dicek dengan ekspresi-ekspresi muka serta gerak-gerik, sedang ekspresi dan gerak-gerik dicetak dengan pertanyaan verbal.

    Seajalan dengan pentingnya wawancara didalam melakukan penelitian, peranan pewawancarapun sangat penting. Meskipun daftar pertanyaan telah dibuat dengan sempurna oleh para peneliti, namun tetap kuncinya terletak pada para pewawancara. Kesuksesan pengumpulan data sangat tergantung pada mereka, mengingat hal-hal sebagai berikut :

a. dapatkah mereka menciptakan hubungan baik dengan responden sehingga
    wawancara dapat berjalan lancar ? ;         
b. dapatkah mereka menyampaikan semua pertanyaan dalam daftar pertanyaan
    kepada responden dengan baik dan tepat.
c. dapatkah mereka mencatat semua jawaban lisan dari responden dengan teliti
    dan jelas maksudnya ? ;  dan
d. apabila jawaban responden tidak jelas, dapatkah mereka menggali tambahan   
     informasi dengan menyampaikan pertanyaan yang tepat dan netral ?.
Harus disadari bahwa tujuan wawancara adalah untuk mengumpulkan     informasi, bukan untuk mempengaruhi  (mengubah) pendapat responden.
Wawancara berbeda dengan percakapan sehari-hari perbedaan tersebut menyangkut  :

a. pewawancara dan responden saling mengenal ;
b. pewancara adalah pihak yang bertanya terus menerus, sedang responden 
    pihak yang selalu menjawab pertanyaan tersebut ;  dan
c. ada urutan-urutan pertanyaan yang harus dinyatakan
    Oleh karena perbedaan tersebut diatas, maka pewawancara harus :

a.    dapat menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga responden merasa aman dan berkeinginan untuk memberikan informasi yang sebenarnya;
b.    netral, tidak bereaksi terhadap jawaban responden apapun yang dikatakannya. Namun demikian menunjukkan perhatian itu perlu dan dianjurkan, yaitu dengan menganggukkan kepala ataupun ucapan “O, ya”; dan
c.    sanggup terus-menerus menarik perhatian responden, selama wawancara berjalan.
Langkah pertama dalam proses wawancara ialah membina hubungan baik dan akrab dengan responden dan menjadikan responden bersikap kooperatif. Mendekati responden dan membina hubungan baik dengan melaksanakan wawancara tidaklah mudah. Apabila di lihat secara sepintas, menemui seseorang untuk menanyakan tentang berbagai topik nampaknya tidak sulit. Dalam kenyataanya komunikasi itu tidak sederhana.Komunikasi didalam wawancara sangat rumit, karena disini berinteraksi dua kepribadian yaitu pewawancara dan responden. Kesan pertama dari penampilan pewawancara sangatlah penting untuk menciptakan kerjasama terutama yang pertama diucapkan dan dilakukan oleh pewawancara kepada pihak responden. Berdasarkan berbagai pengalaman sering terjadi responden lebih mengingat tentang pewawancara dan cara dia mewawancarai dari pada isi wawancara. Karena itu segala usaha utuk bisa mendapatkan sambutan simpatik dan sikap kooperatif dari responden sebaiknya di latih dan di pahami dengan seksama. Dalam melaksankan tugaas wawancara, pewawancara harus selalu sadar bahwa dialah pihak yang memerlukan dan bukan sebaliknya.

Pedoman untuk mencapai tujuan wawancara dengan baik ialah :
a.  Berpakain rapi ;
b.  Sikap rendah hati ;
c.  Sikap hormat terhadap responden ;
d.  Ramah dalam kata-kata dan disertai air muka yang cerah tidak muram ;
e.  Bersikap seolah-olah tiap responden yang kita hadapi selalu ramah dan         
     menarik ; dan
f.   Sanggup menjadi pendengar yang baik.

Adanya hubungan baik dalam wawancara ditandai oleh :

a.  Apabila   responden   merasakan   kehangatan   dan  sikapyang simpatik      dari  pihak  pewawancara ;  dan
b.  Apabila   responden    merasa    bebas     mengutarakan    persaanya     atau  pandangannya.  

Dengan adanya suasana wawancara seperti ini, maka responden tidak hanya merasa bebas memberikan informasi tapi bahkan terangsang dan berkeinginan memberi informasi, tetapi bahkan terangsang atau berkeinginan untuk bicara.


II.   WAWANCARA BERSTRUKTUR DAN TAK BERSTRUKTUR

    Dalam wawancara berstruktur semua pertanyaan telah dirumuskan sebelumnya dengan cermat, biasanya secara tertulis. Pewawancara dapat menggunakan daftar pertanyaan itu sewaktu melakukan wawancara itu atau jika mungkin menghafalnya diluar kepalaagar percakapan menjadi lancar dan wajar. Jawaban atas pertanyaan itu juga di tentukan lebih dahulu secara pilihan berganda. Kepada responden dapat diberikan kartu yang berisi alternatif – alternatif jawaban bila jumlahnya cukup banyak yang tidak segera dapat ditangkap seluruhnya oleh responden. Dengan pertanyaan serta jawaban yang telah ditentukan itu, pengolahan data yang diperoleh lebih mudah dilakukan bila di bandingkan dengan wawancara yang tidak berstruktur.

    Dalam wawancara, pertanyaan yang sama diajukan menurut urutan yang sama kepada semua responden. Bila ada pertanyaan yang harus dijawab “ya”  atau “ tidak” yang mempunyai akibat bagi pertanyaaa berikutnya, disediakan dua pertanyaan, yang satu untuk responden yang menjawab “ya” dan sebuah lagi untukyang menjawab “tidak”.

    Wawancara bestruktur itu terikat, baik mengenai pertanyaan maupun jawaban. Selalu ada kemungkinan bahwa ada hal-hal yang penting yang tidak tercangkup dalam pertanyaan itu. Kelemahan serupa ini sebenarnya juga terdapat dalam alat pengumpulan data lainnya seperti dalam angket.  Itu sebabnya syarat untuk wawancara berstruktur  ialah penguasaan yang mendalam mengenai masalah yang di selidiki.

    Dalam wawancara dapat kita batasi lingkup masalah yang kita selidiki, antara lain karena pertimbangan waktu dan biaya, akan tetapi juga untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang aspek-aspek tertentu masalah itu  untuk itu peneliti dapat memusatkan perhatiannya kepada aspek- aspek itu.in sering dilakukan mengenai pengalaman yang sama yang dilalui oleh orang-orang tertentu, misalnya mereka yang kematian suami atau istri , mahasiswa yang menjalani KKN, orang yang mengalami peperangan, orang yang telah menonton film tertentu, dan sebagainya.  Wawancara di batasi scopenya akan tetapi pertanyaannya di perluas,sehingga diperoleh gambaran yang lebih tajam mengenai pariabel-pariabel yang terkandung didalamnya yang dapat melahirkan hipotesis.

    Wawancara berstruktur tidak membuka kebebasan bagi responden untuk berbicara sesuka hatinya. Jawaban responden terikat pada pertanyaan yang telah tersusun lebih dahulu. Makin halus struktur wawancara makin terbatas kebebasan responden. Ada bahayanya bahwa responden terpengaruh oleh jawaban yang telah tersedia yang telah dimasuki oleh bias dari peneliti.

    Akan tetapi wawancara berstruktur mempunyai sejumlah keuntungan antara lain :

a.    Tujuan wawancara lebih jelas dan terpusat pada hal-hal yang telah ditentukan lebihdahulu sehingga tidak ada bahaya bahwa percakapan menyeleweng dan menyimpang dari tujuan ;
b.    Jawaban –jawaban mudah di catat dan di beri kode ; dan karena itu
c.    Data itu lebih mudah di olah dan saling dibandingakan.

Dalam wawancara tak berstruktur  tidak  dipersiapkan  daftar  pertanyaan
Sebelumnya. Pewawancara hanya menghadapi suatu masalah secara umum, misalkan pendidikan seks. Ia boleh menanyakan apa saja yang dianggapnya perlu dalam situasi wawancara itu. Pertanyaan tidak di ajukan dalam urutan yang sama, bahakan pertanyaanya pun tak selalu sama. Namun ada baiknya bila pewawancara sebagai peganngan mencatat pokok-pokok penting yang akan di bicarakan sesuai dengan tujuan wawancara.
   
    Responden boleh menjawab secara bebas menurut isi hati atau pikirannya. Lama interview juga tidak ditentukan dan diakhiri menurut keinginan pewawancara.

    Keuntungan tanpa struktur ini ialah kebebasan yang menjiwainya, sehingga responden secara spontan dapat mengeluarkan segala sesuatu yang ingin di kemukakannya. Dengan demikian pewawancara memperoleh gambaran yang lebih luas tentang masalah itu karena setiap responden bebas meninjau berbagai aspek menurut pendiri  dan pikiran masing-masing dan dengan demikian dapat memperkaya pandangan peneliti.

    Namun wawncara bebas ini mengandung beberapa kelemahan data yang diperoleh secar bebas ini sukar diberi kode dan karena itu sukar diolah untuk saling diperbandingkan. Karena kesulitan itu maka peneliti membatasi kebebasan itu dengan mengadakan struktur dalam pertanyaan, sehingga data yang diperoleh  dapat disusun menurut sistematik tertentu.

    Sealain itu wawancara bebas tidak selalu mengungkapkan hal yang baru sehingga merupakan ulangan dari wawancara sebelumnya, yang berarti penhamburan waktu dan tenaga. Bila kita memilih responden secara cermat ada kemungkinan kita mengelakkan kelemahan wawancara itu.


III.  JAWABAN RESPONDEN

    Sering jawaban respondenkurang memuaskan karena bersifat masih terlalu umum, kurang spesifik, misalnya : “ Anak dapat membantu orang tua. “Membantu dalam hal apa ? Ini masih sangat luas kemungkinannya karena itu perlu di tanyakan lebih lanjut. Inilah yang disebut menggali informasi lebih dalam atau probing.

    “ Apa yang bapak maksud dengan membantu orang tua ? “ berbagai jawaban muncul : “ Anak dapat membantu keuangan “.
    “ Anak dapat membantu pekerjaan orang tua “.
    “ Anak dapat membantu memecahkan masalah keluarga “.
    Apabila jawaban responden kurang menyakinkan perlu ditambah pertanyaan tambahan. Pertanyaan ini sifatnya harus netral, tidak menjuruskan responden kepada suatu jawaban tertentu. Pertanyaan yang netral itu misalnya : “ Mohon dijelaskan lagi maksud bapak.”  “ Dalam hal apa ? “ Saya belum mengerti maksudnya, dapatkah bapak menerangkan sekali lagi ? “ Apakah dia meninggal sesudah atau sebelum ulang tahun pertama ? “.

    Beberapa contoh pertanyaan yang tidak bersifat netral tetapi mendorong responden kepada jawaban tertentu, misalnya : “ Apakah maksud bapak anak membantu orang itu dalm soal keuangan ? “ Dia meninggal sebelum umur satu tahun ? “

    Probing ini temasuk salah satu bagian yang paling sulit dalam wawancara. Peneliti sebaliknya teliti dalam menilai jawaban-jawaban hasil probing. Sangat baik untuk di anjurkan kepada pewawancara untuk selalu menuliskan kalimat pertanyaan mereka, disamping jawaban responden.

    Apabila responden menjawab pertanyaan dengan megatakan “tidak tahu” pewawancara perlu hati-hati. Sebaiknya pewawancara tidak lekas-lekas meninggalkan pertanyaan itu dan pindah ke pertanyaan lain. Jawaban “tidak tahu “perlu mendapat perhatian, sebab dibalik jawaban itu dapat mengandung arti bermacam-macam, diantaranya :

a.    Responden tidak begitu mengerti pertanyaan pewawancara itu untuk mengfhindarkan jawaban “ Tidak mengerti “, maka dia menjawab “ tidak tahu” ;
b.  Responden sebenarnya sedang berfikir, tetapi karena merasa kurang tenteramkalau membiarkan pewawancara menunggu lama, maka dia mengeluarkan jawaban “ tidak tahu “ ;
c.    Sering karena responden tidak ingin di ketahui pikirannya yang sesungguhnya karena dianggap terlalu pribadi, maka dia mengatakan “ tidak tahu “. Dapat juga terjadi kkarena responden ragu-ragu ataupun takut mengutarakan pendapatnya.; dan
d.    Responden memang betul-betultidak tahu.

Tentu saja apabila responden sungguh tidak tahu, jawaban itu dapat diterima. Namun adalah tugas pewawancara untuk mengamati responden dengan cermat. Benarkah responden tidak tahu, ataukah hal-hal dibalik pikirannya. Pewawancara seyogyanya menunggu sejenak, biarkan responden berfikir. Dapat juga pewawancara megulang pertanyaan sekali lagi atau menmbah pertanyaan untuk lebih yakin atas jawaban responden.


IV.  KEBAIKAN DAN KELEMAHAN WAWANCARA

    Secara umum dapat disebut berbagai kebaikan dan kelemahan metode   
           wawancara :


Kebaikan-kebaikannya :

a.    Merupakan salah satu metode yang terbaik untuk menilai keadaan pribadi ;
b.    Tidak dibatasi oleh tingkat umur dan tingakatan pendidikan subjek yang diselidiki ;
c.    Dalam riset social ia hampir-hampir tidak pernah dapat ditingkatkan isusunsebagai metode pelengkap ;
d.    Dengan unsure fleksibilitas / keluwesan yang di kandungnya iia cocok sekali utnu digunakan sebagai kriterium ( alat verifikasi ) terhadap data yang diperoleh dengan jalan observasi, kuesioner, dan lain-lain dan
e.    Dapat diselenggarakan sambil mengadakan observasi.

Kelemahan-kelemahannya :

a.    Tidak cukup efisien,memboroskan waktu, tenaga, dan biaya ;
b.  Tergantung kepada kesediaan,kemampuan dan keadaan yang momental dari interview, sehingga informasi tadak dapat diperoleh secara seteliti-telinya ;
c.  Jalan dan isi interview sangat mudah di pengaruhi oleh keadaan-keadaan sekitar yang memberikan tekanan-tekanan yang mengganggu ; dan
d.    Meminta interview  (yang mewancara ) benar-benar yang menguasai bahasa interview. Bagi orang yang masih “asing”  amat sulit menggunakan interview sebagai metode penyelidikan. (*)    

(Disusun oleh Para Mahasiswa FIKOM  JAYABAYA-JAKARTA)

Public Speaking

Berbicara di depan publik, suka atau tidak merupakan keterampilan yang harus kita kuasai, karena pada suatu saat dalam kehidupan kita, pastilah kita harus berbicara di hadapan sejumlah orang untuk menyampaikan pesan, pertanyaan, tanggapan atau pendapat kita tentang sesuatu hal yang kita yakini. Hal yang sederhana misalnya kita harus berbicara di depan para tamu pada acara ulang tahun anak kita atau hal yang menentukan karier kita seperti mempresentasikan proposal proyek atau tentang produk kita di hadapan sejumlah mitra bisnis atau calon pembeli. secara kata per kata saja kita sudah bisa mengetahui makna dari public speaking. Public artinya umum, speaking artinya berbicara. Jadi public speaking adalah berbicara kepada umum.
Unsur-unsur dari public speaking ada empat, yaitu:
1. pembicara
2. komunikan atau pendengar
3. materi atau pesan yang akan disampaikan
4. metodologi penyampaian pesan itu.
Tiga unsur pertama sudah pasti ada dalam tiap-tiap pelaksanaan public speaking. Tiga unsur ini pun sudah menjadi modal kita. Tinggal satu unsur lagi, yaitu metodologi penyampaian pesan. Jika kita sudah mempunyai metodologi, maka sempurnalah modal kita.
Apa tujuan dari public speaking? Tujuannya adalah menyampaikan pesan kepada komunikan agar mereka memahami apa yang kita sampaikan. Tanggung jawab atas pahamnya pendengar akan apa yang kita sampaikan, itu 100% berada di tangan pembicara. Karena itu, jika pesan yang ingin kita sampaikan tidak dapat diterima dan dipahami oleh pendengar, maka itu sama sekali bukanlah salah pendengar, tapi merupakan kesalahan kita dalam penyampaiannya dan kita sebagai pembicara bertanggung jawab 100% atas hal itu. Untuk itu agar pendengar mampu menangkap pesan yang ingin kita sampaikan, maka perlu sebuah metodologi penyampaian pesan yang efektif.
Metodologi ini ada bermacam-macam. Namun yang terutama adalah metode verbal, metode intonasi, dan metode bahasa tubuh. Dengan metode verbal, maka kita mengharapkan pendengar bisa menangkap pesan kita dengan modal utama dari kata-kata (verbal) kita sehingga mereka tertarik dan bisa memahaminya. Bila kita ingin sukses dalam public speaking dengan menekankan aspek verbal, maka sering-seringlah mencari perbendaharaan kata-kata dan istilah baru serta rajin-rajinlah menambah wawasan. Bisa dilakukan dengan banyak membaca berbagai media.
Dalam metode intonasi, kita berusaha menarik pendengar melalui intonasi atau nada bicara kita, misalnya dengan adanya penekanan pengucapan di bagian tertentu dari apa yang kita ucapkan. Metode ini bisa dilatih dengan banyak melakukan latihan-latihan yang bersangkutan dengan kondisi emosi kita. Melakukan perenungan-perenungan pun bisa menjadi suatu bentuk latihan yang berguna.
Dalam metode bahasa tubuh, kita menarik pendengar dengan pergerakan anggota tubuh kita di saat berbicara. Biasanya cara ini yang paling efektif dalam menarik minat pendengar. Latihan untuk meningkatkan kemampuan bahasa tubuh bisa dilakukan dengan melakukan hal-hal seperti misalnya latihan berbicara di depan cermin.
Itulah beberapa metodologi dalam public speaking. Semuanya tentu terserah kita untuk memilih metode mana yang sesuai. Namun yang jelas kita harus konsisten dalam mendalami suatu metode, karena dengan konsistensi itu kita akan menciptakan suatu karakter bagi diri kita sendiri yang nantinya akan menunjang kita dalam kesuksesan berbicara kepada publik.


Lima Unsur
Berbicara di depan publik merupakan salah satu seni berkomunikasi. Dalam edisi Mandiri ke-38 kita telah membahas topik komunikasi. Seperti yang pernah kita bahas sebelumnya dalam edisi tersebut, ada lima komponen atau unsur penting dalam komunikasi yang harus kita perhatikan. Kelima unsur tersebut adalah: pengirim pesan (sender), pesan yang dikirimkan (message), bagaimana pesan tersebut dikirimkan (delivery channel atau medium), penerima pesan (receiver), dan umpan balik (feedback).

Hukum Komunikasi
Selain itu kita juga telah membahas 5 Hukum Komunikasi Yang Efektif (The 5 Inevitable Laws of Efffective Communication) yang kita rangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu REACH (Respect, Empathy, Audible, Clarity, Humble), yang berarti merengkuh atau meraih. Karena kita berkeyakinan bahwa komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain. Berikut kami uraikan kembali kelima hukum komunikasi efektif tersebut dalam konteks dan sebagai fondasi bagi kita untuk mengembangkan kemampuan berbicara di depan publik.
Hukum pertama dalam berkomunikasi secara efektif, khususnya dalam berbicara di depan publik adalah sikap hormat dan sikap menghargai terhadap khalayak atau hadirin. Hal ini merupakan hukum yang pertama dalam kita berkomunikasi dengan orang lain, termasuk berbicara di depan publik. Kita harus memiliki sikap (attitude) menghormati dan menghargai hadirin kita. Kita harus ingat bahwa pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting. Jika kita bahkan harus mengkritik seseorang, lakukan dengan penuh respek terhadap harga diri dan kebanggaaan orang tersebut.
Hukum kedua adalah empati, yaitu kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Rasa empati akan memampukan kita untuk dapat menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver) menerimanya. Oleh karena itu dalam berbicara di depan publik, kita harus terlebih dulu memahami latar belakang, golongan, lapisan sosial, tingkatan umur, pendidikan, kebutuhan, minat, harapan dan sebagainya, dari calon hadirin (audiences) kita. Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari penerima.
Empati bisa juga berarti kemampuan untuk mendengar dan bersikap perseptif atau siap menerima masukan atau pun umpan balik apa pun dengan sikap yang positif. Banyak sekali dari kita yang tidak mau mendengarkan saran, masukan apalagi kritik dari orang lain. Padahal esensi dari komunikasi adalah aliran dua arah. Komunikasi satu arah tidak akan efektif manakala tidak ada umpan balik (feedback) yang merupakan arus balik dari penerima pesan. Oleh karena itu dalam berbicara di depan publik, kita perlu siap untuk menerima masukan atau umpan balik dengan sikap positif.
Hukum ketiga adalah audible. Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Audible dalam hal ini berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui medium atau delivery channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik.
Hukum keempat adalah kejelasan dari pesan yang kita sampaikan (clarity). Selain bahwa pesan harus dapat diterima dengan baik, maka hukum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Clarity juga sangat tergantung pada kualitas suara kita dan bahasa yang kita gunakan. Penggunaan bahasa yang tidak dimengerti oleh hadirin, akan membuat pidato atau presentasi kita tidak dapat mencapai tujuannya. Seringkali orang menganggap remeh pentingnya Clarity dalam public speaking, sehingga tidak menaruh perhatian pada suara (voice) dan kata-kata yang dipilih untuk digunakan dalam presentasi atau pembicaraannya.
Hukum kelima dalam komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Kerendahan hati juga bisa berarti tidak sombong dan menganggap diri penting ketika kita berbicara di depan publik. Justru dengan kerendahan hatilah kita dapat menangkap perhatian dan respon yang positif dari publik pendengar kita.
Kelima hukum komunikasi tersebut sangat penting untuk menjadi dasar dalam melakukan pembicaraan di depan publik. Berikut adalah beberapa tips atau kiat-kiat untuk public speaking yang kami adaptasi dari buku Say It Like Shakespeare, karangan Thomas Leech.

Persiapan
Hal yang paling penting dalam persiapan kita untuk berbicara di depan publik adalah membangun rasa percaya diri dan mengendalikan rasa takut dan emosi kita. Bahkan banyak pakar komunikasi yang mengatakan bahwa persiapan mental jauh lebih penting daripada persiapan materi atau bahan pembicaraan. Meskipun demikian, persiapan materi juga sangat mempengaruhi kesiapan mental kita. Kesiapan mental yang positif merupakan syarat mutlak bagi kita dalam berbicara di depan publik. Pastikan juga bahwa anda beristirahat dan tidur yang cukup menjelang waktu anda berbicara di depan publik dan majulah dengan sikap optimis dan sukses. Berikut adalah hal-hal yang perlu kita perhatikan dalam menyampaikan pesan kepada publik:
Kualitas suara kita merupakan faktor kunci yang menentukan apakah hadirin memperhatikan kita maupun pesan yang kita sampaikan. Pastikan bahwa suara anda cukup keras dan jelas terdengar bahkan oleh hadirin yang duduk paling jauh dari anda sekalipun. Jika tersedia, selalu gunakan pengeras suara (loudspeaker), meskipun anda merasa suara anda sudah cukup keras. Cobalah dengan berlatih mendengarkan suara anda sendiri. Caranya dengan menutup mata, berbicaralah, kemudian perhatikan kualitas, kekuatan dan kejelasan suara anda.
Suara kita merupakan aset kita yang paling berharga dalam berkomunikasi secara lisan. Oleh karena itu memelihara kualitas suara dan berlatih secara kontinu merupakan keharusan jika kita ingin menjadi pembicara publik yang sukses. Jika suara kita kurang bagus dan sumbang, kita dapat mencari pelatih suara profesional atau mengikuti kursus atau pendidikan (seperti misalnya di Institut Kesenian Jakarta) untuk meningkatkan kualitas suara kita. Apalagi misalnya anda bercita-cita jadi presenter, pembicara publik, MC dan sebagainya. Anda harus benar-benar memperhatikan kualitas suara anda.
Bahasa dan kata-kata yang kita gunakan merupakan faktor kunci lain yang menentukan kemampuan komunikasi kita. Bahasa yang baik dan tepat dapat membantu memperjelas dan meningkatkan kualitas presentasi atau pembicaraan kita. Oleh karena itu perlu sekali bagi kita untuk memperhatikan kata-kata dan bahasa yang kita pilih.
Pikirkanlah kata-kata yang akan anda gunakan, karena kemampuan berbahasa yang buruk akan tercermin pada kualitas penyampaian pesan kita. Hindari menggunakan kata-kata yang tidak perlu, seperti: apa itu?¦.. apa namanya...eh you know. dll. Jangan mengucapkan kata-kata: maaf..Jika anda salah mengucap, cukup anda ulangi sekali lagi kalimat tersebut dengan benar.
Penampilan adalah kesan pertama. Jadi kita harus pastikan bahwa pada saat kita maju atau berdiri untuk berbicara, hadirin atau audiens kita memperoleh kesan yang baik terhadap kita. Pastikan bahwa penampilan kita membawa pesan yang positif, dan kita kelihatan lebih baik dan merasa lebih baik. Gunakan pakaian yang sesuai dengan suasana pertemuan, dan sesuai dengan jenis pakaian yang digunakan oleh para hadirin lainnya.

Komunikasi Non-verbal
Yang dimaksud dengan komunikasi non-verbal adalah: kontak mata, ekspresi wajah, penampilan fisik, nada suara, gerakan tubuh, pakaian dan aksesoris yang kita gunakan รข€“ semuanya memberikan efek atau pengaruh yang cukup besar terhadap penyampaian pesan kita. Para hadirin akan kebingungan ketika bahasa tubuh kita misalnya berbeda dengan bahasa verbal yang kita ucapkan. Biarkan tubuh kita berkomunikasi juga dengan audiens kita. Bahasa tubuh kita sebagai pembicara atau pengirim pesan dan bahasa tubuh pendengar atau audiens kita dapat membantu atau menghalangi proses komunikasi. Jika hadirin duduk dengan sikap seperti mau tidur atau menunjukkan wajah bosan, berarti kita harus mengubah suasana atau cara kita menyampaikan pesan.

Persiapan Mental
Dalam membangun kesiapan mental kita dalam berbicara di depan publik, hal pertama yang perlu kita lakukan adalah mengurangi ketegangan fisik dengan cara melakukan senam ringan (stretching). Karena kita tidak dapat menurunkan ketegangan mental sebelum kita mengendorkan otot-otot tubuh kita yang tegang. Seperti yang dikatakan oleh psikolog Amerika yang terkenal Dr. Richard Gillett, It is almost impossible to go into alpha without considerable muscular relaxation. Hampir tidak mungkin masuk ke kondisi alpha (kondisi gelombang otak atau mental yang relaks) tanpa mengendorkan otot-otot tubuh. Biasanya saya memegang ujung kaki sambil berdiri membungkuk selama sepuluh detik. Kemudian tarik napas yang panjang dan dalam, tahan beberapa detik, kemudian keluarkan napas pelan-pelan. Selanjutnya anda bisa batuk sekali atau minum segelas air putih untuk mempersiapkan vokal anda.
Cara lain yang efektif untuk membangun kesiapan mental adalah dengan datang ke tempat pertemuan lebih awal. Dengan demikian kita dapat mengetahui suasana dan keadaan terlebih dahulu. Selanjutnya kita bisa mencari dukungan (back up support) dari orang-orang yang kita kenal maupun kenalan baru serta dari mereka yang mengharapkan kita sukses dalam presentasi nantinya. Mengobrollah dengan mereka sebelum presentasi dimulai.
Berikut adalah beberapa prinsip dalam mempersiapkan mental kita sebelum berbicara di depan publik:

1. Berbicara di depan publik bukanlah hal yang sangat menegangkan. Dunia tidak runtuh jika anda tidak melakukannya dengan baik. Tidak akan ada hal yang buruk yang akan terjadi setelah presentasi atau penyampaian anda. Jadi tenang dan relaks saja.
2. Kita tidak perlu menjadi orang yang sempurna, cerdas ataupun brilian untuk berbicara di depan publik.
3. Siapkan 2-3 poin pembicaraan atau pertanyaan, karena audiens anda akan sulit untuk mengingat atau memperhatikan lebih dari tiga hal dalam satu waktu.
4. Kita harus memiliki tujuan atau sasaran yang jelas dan terarah.
5. Kita tidak perlu menganggap diri kita adalah seorang pembicara publik. Tujuan kita adalah menyampaikan pesan (message) kita kepada hadirin.
6. Kita tidak perlu harus dapat sepenuhya menguasai seluruh hadirin. Biarkan saja kalau ada beberapa yang tidak menaruh perhatian. Fokuskan perhatian kita pada mereka yang tertarik dan mendengarkan presentasi kita.
7. Kita harus ingat bahwa sebagian besar hadirin menginginkan kita berhasil dalam presentasi atau penyampaian pesan kita.

Siapkan Pesannya
Dalam mempersiapkan public speaking, selain persiapan mental, persiapan materi juga harus dilakukan dengan baik dan benar. Karena kesiapan materi atau pesan yang akan kita sampaikan akan sangat mempengaruhi kesiapan kita secara mental. Hal yang paling penting adalah kesiapan pendengar atau audiens untuk menerima pesan kita. Biasanya kita harus menyampaikan pokok-pokok pemikiran atau ringkasan dari apa yang mau kita sampaikan sehingga audiens juga memiliki kesiapan mental untuk menerima pesan tersebut. Paling tidak agenda atau outline bahan pembicaraan kita sudah jauh-jauh hari kita sampaikan terlebih dulu.
Hal yang pertama dalam mempersiapkan materi adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai materi yang akan kita sampaikan baik dari buku-buku referensi, tulisan atau publikasi lainnya. Kita juga perlu memperoleh informasi tentang audiens kita, baik tingkatan umur, maupun pendidikan, pengalaman, bidang keahlian, minat dan sebagainya. Sehingga kita bisa empati (ingat hukum komunikasi kedua) dan berbicara dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh audiens kita. Berikut adalah hal-hal yang perlu kita perhatikan dalam mengembangkan topik atau materi:
1. Perkayalah topik dan bacaan yang telah kita lakukan dengan hal yang uptodate dan riil terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman kita, maupun pengalaman orang lain adalah bahan yang menarik untuk kita angkat.
2. Hilangkan bagian-bagian yang dirasakan membuat kita tidak fokus, menimbulkan keragu-raguan atau melebihi jadwal waktu yang tersedia untuk kita.

Kemudian kita tetapkan terlebih dulu apa tujuan atau sasaran kita. Apa yang menjadi tujuan seminar, rapat, kuliah atau pertemuan ini? Apa yang menjadi harapan panitia, kita sebagai pembicara dan seluruh hadirin yang ada? Penetapan tujuan ini sangat berkaitan dengan informasi yang kita dapatkan mengenai pendengar atau hadirin kita, apa yang menjadi tujuan dan harapan mereka? Dapatkan umpan balik dari teman-teman anda atau mereka yang ahli dalam bidang yang akan kita presentasikan.
Setelah itu kemudian barulah kita susun peta pemikiran dari topik yang dipilih. Mengenai teknik pemetaan pemikiran pernah kita sampaikan pada edisi Mandiri 40. Teknik ini merupakan cara untuk meringkas suatu tema atau pokok pikiran yang ada dalam buku. Pertama, kita awali dengan menuliskan tema pokok di tengah-tengah halaman kertas kosong. Kemudian seperti pohon dengan cabang dan ranting kita kembangkan tema pokok menjadi sub-tema di sekelilingnya dengan dihubungkan memakai garis seperti jari-jari roda.
Setelah itu buatlah agenda, outline atau catatan kecil tentang urutan pembicaraan yang akan kita sampaikan. Sisipkan anekdot, kuis, cerita ilustrasi, games, dan latihan-latihan untuk menjaga agar audiens tidak bosan dan mengantuk. Persiapan tersebut termasuk menyusun makalah, powerpoint presentation, transparent sheets, handouts, video presentation, dan sebagainya sebagai materi utama presentasi anda. Ingat pada saat presentasi jangan membacakan makalah atau terpaku pada bahan utama anda. Berbicaralah seakan anda sedang berbicara dengan satu-dua orang saja. Gunakan kontak mata dan fokuskan perhatian pada mereka yang memperhatikan presentasi anda. Tetapi sebisa mungkin anda memproyeksikan pembicaraan anda ke seluruh ruangan dan seluruh hadirin.

Alat Bantu Visual
Untuk meningkatkan kualitas penyampaian pesan (hukum ketiga audible), kita harus menguasai kegunaan dan penggunaan alat bantu visual seperti misalnya slide, overhead projector, LCD (infocus) projector yang langsung dihubungkan dengan komputer atau notebook anda. Sebagian besar orang lebih mudah menangkap informasi yang berupa gambaran visual daripada mendengarkan. Apalagi jika kita menggunakan data-data numerikal, akan lebih menarik jika disajikan dalam bentuk grafik, tabel atau bagan warna-warni. Anda bisa menggunakan software tertentu misalnya powerpoint, untuk menggabungkan pointers anda dengan suara, foto, clip art, animasi, dan video dalam satu file presentasi. Kemampuan menggunakan alat bantu visual ini akan memberikan kesan pertama kepada audience bahwa kita siap melakukan presentasi.
Tetapi sekali lagi jangan terfokus pada alat bantu tersebut. Apalagi jika terjadi kesalahan atau gangguan teknis, anda harus selalu siap dengan cara presentasi yang langsung tanpa alat bantu. Atau sebaiknya ada teknisi yang siap untuk mengatasi gangguan teknis tersebut. Jangan sampai gara-gara alat bantu visual, anda kehilangan momentum untuk menyampaikan topik atau materi presentasi anda.
Jadi dalam penyampaian pesan kepada publik, baik berupa pertanyaan, pidato, kuliah, seminar, sepatah kata, yang paling penting bagi kita adalah bahwa pesan kita dapat tersampaikan kepada penerima pesan dengan baik dan jelas. Berbicara di depan publik bukan ujian atau pun pengadilan untuk mengadili penampilan, kecerdasan, kecantikan atau pun keluasan pengetahuan kita. It is simply a process of conveying your message to the targetted audiences  nothing more nothing less.

VISUAL (Apa yang dilihat oleh audiens)
Mengapa aspek visual mengambil porsi 55%? Bukankah orang ingin mendengar kita bicara, bukan melihat kita joget-joget atau atraksi kuda lumping? Pertanyaan tersebut bisa dijawab dengan pertanyaan pula. Apa yang pertama kali tampak dari seorang Public Speaker? Tepat! Penampilanya, bukan suaranya. Oleh karena itu aspek visual memegang peranan penting dalam suksesnya berbicara di depan publik.Unsur-unsur dari aspek visual ini adalah:
1.     OUTFIT – Busana yang Digunakan Meliputi pakaian, sepatu, aksesoris (topi, jilbab, bros, dasi, ikat pinggang, dll.) yang harus disesuaikan dengan acara yang akan didatangi. Apakah acaranya formal, semi-formal, atau casual? Jangan sampai kita salah kostum! Memakai jas di acara peresmian kantor cabang akan terlihat elegan, tapi memakainya di acara family gathering di tepi pantai… Hmmm, coba Anda pikirkan lagi.

Jangan: berbaju kerja di pantai, atau berbikini di ruang direktur utama…
2.    BODY LANGUAGE- Bahasa Tubuh disebut juga bahasa nonverbal. Dalam keseharian, penggunaan bahasa nonverbal adalah 85%. Oleh sebab itu, penggunaan bahasa tubuh sangat berpengaruh dalam menyukseskan (atau menggagalkan) presentasi kita. Apa saja elemen-elemennya? GESTURE Gesture adalah semua gerakan tubuh kita: tangan, kaki, badan, kepala, dll. Gunakan gesture yang menunjukkan respek kita terhadap audiens. Contoh yang mudah misalnya jangan menunjuk (dengan jari telunjuk) kepada audiens tertentu, hindari berkacak pinggang, jangan diam mematung – jangan pula terlalu banyak bergerak yang tak perlu. MIMIK WAJAH Mimik sangat menggambarkan isi hati dan suasana hati. Mimik wajah kita akan menggambarkan apakah kita tegang, bersemangat, percaya diri, minder, atau bahkan sombong. KONTAK MATAeye contact adalah sarana untuk menciptakan keterikatan emosional antara pembicara dengan audiens. Dengan kontak mata yang intens kepada audiens, mereka akan merasa diajak bicara, merasa dihargai, dan merasa diperhatikan.

Setiap bahasa nonverbal memiliki arti tersendiri. Jangan sampai salah menggunakan..
3.    GROOMING – Perawatan Tubuh Kecantikan dan ketampanan adalah anugerah yang sangat sulit untuk diubah-ubah ^_^ yang menjadi kewajiban adalah menjaga tubuh kita tetap bersih terawat. Wajah yang berseri, tak ada aroma tidak sedap dari badan kita, merapikan kumis dan/atau cambang, penggunaan make up yang tepat, adalah contoh perawatan tubuh yang harus kita lakukan sehari-hari. Jadi, jangan biarkan rasa tidak nyaman menghampiri, hanya karena bau kaki.
VOICE (Apa yang Didengar Audiens)
Ada empat elemen utama yang menyokong aspek voice, yaitu:
1.    TEMPO – Kecepatan Berbicara yang tepat akan membuat penampilan kita menjadi hebat. Kita harus tahu kapan harus berbicara dengan tempo cepat, medium, atau lambat. Berbicara terlampau cepat sepanjang pidato akan membuat banyak poin penting terlewat dan intonasi kita menjadi tidak jelas. Sebaliknya, kita pun tidak mau audiens terkantuk-kantuk karena tempo yang terlampau lambat. Gunakan tempo medium, berikan tempo cepat sesekali bila memang diperlukan, jangan lupa tetap menggunakan tempo yang agak lambat ketika sampai pada hal yang penting.
2.    INTONASI – Kejelasan Pengucapan Intonasi yang tepat akan menghindarkan kita dari kesalahan tafsir. Selain itu audiens juga lebih mudah menerima pesan apabila kita mengucap tiap kata dengan ejaan yang tepat. Misalnya, jika kita ingin mengucapkan “tidak” ucapkan dengan benar: ti-dak. Jangan mengucapkan ti-da. Sebaliknya, jika kita ingin mengucap kata “suka”, ucapkanlah su-ka, jangan su-kak. Latihlah intonasi dengan mengucap alphabet A,B,C……Z. Ingat! Bahasa kita mengenal huruf ‘c’ dengan intonasi ‘ce’ bukan ‘se’ , huruf ‘q’ dengan bunyi ‘qi’ bukan ‘kyu’, dan huruf ‘z’ dengan lafal ‘zet’ bukan ‘set’.
3.    STRESSING n PAUSING – Penekanan dan Penjedaan Tidak semua catatan harus digarisbawahi, begitu pula tidak sepanjang pidato harus diucap berapi-api. Gunakan penekanan pada ide-ide pokok, sehingga audiens tahu mana bagian penting dan mana yang penting banget. Manfaatkan pula jeda untuk membuat audiens tertarik dan penasaran pada informasi yang ingin Anda sampaikan.
4.    PRODUKSI SUARA Biasakan memproduksi suara dengan pernapasan perut setiap berbicara di depan umum. Pernapasan perut cenderung menghasilkan suara yang stabil, bersih, bulat, dantidak membuat tenggorokan kita serak. Bagaimana cara melatih suara perut? Gunakan teknik humming untuk latihan vokal. Persis seperti latihan untuk menyanyi atau pemanasan sebelum berlatih teater. Jika belum tahu, Anda bisa buka link Youtube bertajuk ”Teknik Humming”. Yakni mengurai perbedaan pernapasan perut dengan pernapasan dada
VERBAL (Pesan yang Ingin Disampaikan)
Walaupun ‘hanya’ berperan 7%, namun di sinilah nyawa dari sebuah speech. Semua ide yang ada di benak kita akan diterjemahkan dalam bahasa verbal yang kita sampaikan kepada audiens. Oleh karenanya, sangat penting menguasai elemen-elemen verbal agar pesan yang ingin kita sampaikan dapat diterima dengan baik, tanpa distorsi.
1.    DIKSI – Pemilihan Kata Selalu gunakan kata yang jelas, tegas, dan mudah dimengerti. Hindari penggunaan istilah teknis dan mutakhir apabila pemirsa kita heterogen. Apalagi menggunakan istilah yang sophisticated hanya agar terlihat pintar. Fokus pada tujuan kita: pesan sampai dengan baik, sehingga kita terpacu untuk memilih kata yang sederhana namun mengena.
2.    BERIKAN APRESIASI DAN MOTIVASI Ketika audiens menyampaikan pendapat, beri apresiasi. Ketika audiens curhat, perhatikan dan beri support serta masukan. ketika audiens menjawab pertanyaan kita, beri penghargaan. Apalagi bila kita bisa mengingat nama audiens, lalu menyapa dengan namanya, tentu audiens akan merasa diperhatikan dan dihargai.
3.    YANG PERLU DIHINDARI (1) ISU SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) karena sangat sensitif (2) GUYONAN FISIK karena dapat melukai perasaan orang lain (3) SAPAAN YANG TAK TEPAT Gunakan ” Silakan, bapak…. (mendekati sambil berekspresi menanyakan nama) Ya! Bapak Agung  “. Jangan gunakan ” Ya, silakan bapak yang yang agak botak di ujung kiri”. (4) KALIMAT PANJANG BERPUTAR MENGULAR 15 kata per kalimat adalah batas wajar untuk suatu pesan agar mudah dimengerti. Lebih dari itu, dibutuhkan tenaga ekstra untuk mencernanya.