Thursday, October 18, 2012

TEKNIK TAKTIS WAWANCARA



I.  PENDAHULUAN

    Wawancara  (interview) merupakan salah satu pengumpulan data dengan cara bertanya jawab langsung berhadap-hadapan dengan responden. Cara ini merupakan alat yang baik untuk meneliti pendapat, keyakinan, motivasi, perasaan dan proyeksi seseorang tentang masa depannya.

    Wawancara mempunyai kemampuan yang cukup besar untuk menggali masa lalu seseorang serta rahasia-rahasia hidupnya. Kecuali itu ia juga dapat digunakan untuk menangkap aksi-aksi orang, dalam bentuk ekspresi dalam pembicaraan-pembicaraan sewaktu tanya jawab sedang berjalan. karena itu, di tangan seseorang pewawancara yang mahir, wawancara akan merupakan alat pengumpul data yang sekaligus dapat mencek dan merecek ketelitian dan kemantapannya. Keterangan-keterangan verbal dicek dengan ekspresi-ekspresi muka serta gerak-gerik, sedang ekspresi dan gerak-gerik dicetak dengan pertanyaan verbal.

    Seajalan dengan pentingnya wawancara didalam melakukan penelitian, peranan pewawancarapun sangat penting. Meskipun daftar pertanyaan telah dibuat dengan sempurna oleh para peneliti, namun tetap kuncinya terletak pada para pewawancara. Kesuksesan pengumpulan data sangat tergantung pada mereka, mengingat hal-hal sebagai berikut :

a. dapatkah mereka menciptakan hubungan baik dengan responden sehingga
    wawancara dapat berjalan lancar ? ;         
b. dapatkah mereka menyampaikan semua pertanyaan dalam daftar pertanyaan
    kepada responden dengan baik dan tepat.
c. dapatkah mereka mencatat semua jawaban lisan dari responden dengan teliti
    dan jelas maksudnya ? ;  dan
d. apabila jawaban responden tidak jelas, dapatkah mereka menggali tambahan   
     informasi dengan menyampaikan pertanyaan yang tepat dan netral ?.
Harus disadari bahwa tujuan wawancara adalah untuk mengumpulkan     informasi, bukan untuk mempengaruhi  (mengubah) pendapat responden.
Wawancara berbeda dengan percakapan sehari-hari perbedaan tersebut menyangkut  :

a. pewawancara dan responden saling mengenal ;
b. pewancara adalah pihak yang bertanya terus menerus, sedang responden 
    pihak yang selalu menjawab pertanyaan tersebut ;  dan
c. ada urutan-urutan pertanyaan yang harus dinyatakan
    Oleh karena perbedaan tersebut diatas, maka pewawancara harus :

a.    dapat menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga responden merasa aman dan berkeinginan untuk memberikan informasi yang sebenarnya;
b.    netral, tidak bereaksi terhadap jawaban responden apapun yang dikatakannya. Namun demikian menunjukkan perhatian itu perlu dan dianjurkan, yaitu dengan menganggukkan kepala ataupun ucapan “O, ya”; dan
c.    sanggup terus-menerus menarik perhatian responden, selama wawancara berjalan.
Langkah pertama dalam proses wawancara ialah membina hubungan baik dan akrab dengan responden dan menjadikan responden bersikap kooperatif. Mendekati responden dan membina hubungan baik dengan melaksanakan wawancara tidaklah mudah. Apabila di lihat secara sepintas, menemui seseorang untuk menanyakan tentang berbagai topik nampaknya tidak sulit. Dalam kenyataanya komunikasi itu tidak sederhana.Komunikasi didalam wawancara sangat rumit, karena disini berinteraksi dua kepribadian yaitu pewawancara dan responden. Kesan pertama dari penampilan pewawancara sangatlah penting untuk menciptakan kerjasama terutama yang pertama diucapkan dan dilakukan oleh pewawancara kepada pihak responden. Berdasarkan berbagai pengalaman sering terjadi responden lebih mengingat tentang pewawancara dan cara dia mewawancarai dari pada isi wawancara. Karena itu segala usaha utuk bisa mendapatkan sambutan simpatik dan sikap kooperatif dari responden sebaiknya di latih dan di pahami dengan seksama. Dalam melaksankan tugaas wawancara, pewawancara harus selalu sadar bahwa dialah pihak yang memerlukan dan bukan sebaliknya.

Pedoman untuk mencapai tujuan wawancara dengan baik ialah :
a.  Berpakain rapi ;
b.  Sikap rendah hati ;
c.  Sikap hormat terhadap responden ;
d.  Ramah dalam kata-kata dan disertai air muka yang cerah tidak muram ;
e.  Bersikap seolah-olah tiap responden yang kita hadapi selalu ramah dan         
     menarik ; dan
f.   Sanggup menjadi pendengar yang baik.

Adanya hubungan baik dalam wawancara ditandai oleh :

a.  Apabila   responden   merasakan   kehangatan   dan  sikapyang simpatik      dari  pihak  pewawancara ;  dan
b.  Apabila   responden    merasa    bebas     mengutarakan    persaanya     atau  pandangannya.  

Dengan adanya suasana wawancara seperti ini, maka responden tidak hanya merasa bebas memberikan informasi tapi bahkan terangsang dan berkeinginan memberi informasi, tetapi bahkan terangsang atau berkeinginan untuk bicara.


II.   WAWANCARA BERSTRUKTUR DAN TAK BERSTRUKTUR

    Dalam wawancara berstruktur semua pertanyaan telah dirumuskan sebelumnya dengan cermat, biasanya secara tertulis. Pewawancara dapat menggunakan daftar pertanyaan itu sewaktu melakukan wawancara itu atau jika mungkin menghafalnya diluar kepalaagar percakapan menjadi lancar dan wajar. Jawaban atas pertanyaan itu juga di tentukan lebih dahulu secara pilihan berganda. Kepada responden dapat diberikan kartu yang berisi alternatif – alternatif jawaban bila jumlahnya cukup banyak yang tidak segera dapat ditangkap seluruhnya oleh responden. Dengan pertanyaan serta jawaban yang telah ditentukan itu, pengolahan data yang diperoleh lebih mudah dilakukan bila di bandingkan dengan wawancara yang tidak berstruktur.

    Dalam wawancara, pertanyaan yang sama diajukan menurut urutan yang sama kepada semua responden. Bila ada pertanyaan yang harus dijawab “ya”  atau “ tidak” yang mempunyai akibat bagi pertanyaaa berikutnya, disediakan dua pertanyaan, yang satu untuk responden yang menjawab “ya” dan sebuah lagi untukyang menjawab “tidak”.

    Wawancara bestruktur itu terikat, baik mengenai pertanyaan maupun jawaban. Selalu ada kemungkinan bahwa ada hal-hal yang penting yang tidak tercangkup dalam pertanyaan itu. Kelemahan serupa ini sebenarnya juga terdapat dalam alat pengumpulan data lainnya seperti dalam angket.  Itu sebabnya syarat untuk wawancara berstruktur  ialah penguasaan yang mendalam mengenai masalah yang di selidiki.

    Dalam wawancara dapat kita batasi lingkup masalah yang kita selidiki, antara lain karena pertimbangan waktu dan biaya, akan tetapi juga untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang aspek-aspek tertentu masalah itu  untuk itu peneliti dapat memusatkan perhatiannya kepada aspek- aspek itu.in sering dilakukan mengenai pengalaman yang sama yang dilalui oleh orang-orang tertentu, misalnya mereka yang kematian suami atau istri , mahasiswa yang menjalani KKN, orang yang mengalami peperangan, orang yang telah menonton film tertentu, dan sebagainya.  Wawancara di batasi scopenya akan tetapi pertanyaannya di perluas,sehingga diperoleh gambaran yang lebih tajam mengenai pariabel-pariabel yang terkandung didalamnya yang dapat melahirkan hipotesis.

    Wawancara berstruktur tidak membuka kebebasan bagi responden untuk berbicara sesuka hatinya. Jawaban responden terikat pada pertanyaan yang telah tersusun lebih dahulu. Makin halus struktur wawancara makin terbatas kebebasan responden. Ada bahayanya bahwa responden terpengaruh oleh jawaban yang telah tersedia yang telah dimasuki oleh bias dari peneliti.

    Akan tetapi wawancara berstruktur mempunyai sejumlah keuntungan antara lain :

a.    Tujuan wawancara lebih jelas dan terpusat pada hal-hal yang telah ditentukan lebihdahulu sehingga tidak ada bahaya bahwa percakapan menyeleweng dan menyimpang dari tujuan ;
b.    Jawaban –jawaban mudah di catat dan di beri kode ; dan karena itu
c.    Data itu lebih mudah di olah dan saling dibandingakan.

Dalam wawancara tak berstruktur  tidak  dipersiapkan  daftar  pertanyaan
Sebelumnya. Pewawancara hanya menghadapi suatu masalah secara umum, misalkan pendidikan seks. Ia boleh menanyakan apa saja yang dianggapnya perlu dalam situasi wawancara itu. Pertanyaan tidak di ajukan dalam urutan yang sama, bahakan pertanyaanya pun tak selalu sama. Namun ada baiknya bila pewawancara sebagai peganngan mencatat pokok-pokok penting yang akan di bicarakan sesuai dengan tujuan wawancara.
   
    Responden boleh menjawab secara bebas menurut isi hati atau pikirannya. Lama interview juga tidak ditentukan dan diakhiri menurut keinginan pewawancara.

    Keuntungan tanpa struktur ini ialah kebebasan yang menjiwainya, sehingga responden secara spontan dapat mengeluarkan segala sesuatu yang ingin di kemukakannya. Dengan demikian pewawancara memperoleh gambaran yang lebih luas tentang masalah itu karena setiap responden bebas meninjau berbagai aspek menurut pendiri  dan pikiran masing-masing dan dengan demikian dapat memperkaya pandangan peneliti.

    Namun wawncara bebas ini mengandung beberapa kelemahan data yang diperoleh secar bebas ini sukar diberi kode dan karena itu sukar diolah untuk saling diperbandingkan. Karena kesulitan itu maka peneliti membatasi kebebasan itu dengan mengadakan struktur dalam pertanyaan, sehingga data yang diperoleh  dapat disusun menurut sistematik tertentu.

    Sealain itu wawancara bebas tidak selalu mengungkapkan hal yang baru sehingga merupakan ulangan dari wawancara sebelumnya, yang berarti penhamburan waktu dan tenaga. Bila kita memilih responden secara cermat ada kemungkinan kita mengelakkan kelemahan wawancara itu.


III.  JAWABAN RESPONDEN

    Sering jawaban respondenkurang memuaskan karena bersifat masih terlalu umum, kurang spesifik, misalnya : “ Anak dapat membantu orang tua. “Membantu dalam hal apa ? Ini masih sangat luas kemungkinannya karena itu perlu di tanyakan lebih lanjut. Inilah yang disebut menggali informasi lebih dalam atau probing.

    “ Apa yang bapak maksud dengan membantu orang tua ? “ berbagai jawaban muncul : “ Anak dapat membantu keuangan “.
    “ Anak dapat membantu pekerjaan orang tua “.
    “ Anak dapat membantu memecahkan masalah keluarga “.
    Apabila jawaban responden kurang menyakinkan perlu ditambah pertanyaan tambahan. Pertanyaan ini sifatnya harus netral, tidak menjuruskan responden kepada suatu jawaban tertentu. Pertanyaan yang netral itu misalnya : “ Mohon dijelaskan lagi maksud bapak.”  “ Dalam hal apa ? “ Saya belum mengerti maksudnya, dapatkah bapak menerangkan sekali lagi ? “ Apakah dia meninggal sesudah atau sebelum ulang tahun pertama ? “.

    Beberapa contoh pertanyaan yang tidak bersifat netral tetapi mendorong responden kepada jawaban tertentu, misalnya : “ Apakah maksud bapak anak membantu orang itu dalm soal keuangan ? “ Dia meninggal sebelum umur satu tahun ? “

    Probing ini temasuk salah satu bagian yang paling sulit dalam wawancara. Peneliti sebaliknya teliti dalam menilai jawaban-jawaban hasil probing. Sangat baik untuk di anjurkan kepada pewawancara untuk selalu menuliskan kalimat pertanyaan mereka, disamping jawaban responden.

    Apabila responden menjawab pertanyaan dengan megatakan “tidak tahu” pewawancara perlu hati-hati. Sebaiknya pewawancara tidak lekas-lekas meninggalkan pertanyaan itu dan pindah ke pertanyaan lain. Jawaban “tidak tahu “perlu mendapat perhatian, sebab dibalik jawaban itu dapat mengandung arti bermacam-macam, diantaranya :

a.    Responden tidak begitu mengerti pertanyaan pewawancara itu untuk mengfhindarkan jawaban “ Tidak mengerti “, maka dia menjawab “ tidak tahu” ;
b.  Responden sebenarnya sedang berfikir, tetapi karena merasa kurang tenteramkalau membiarkan pewawancara menunggu lama, maka dia mengeluarkan jawaban “ tidak tahu “ ;
c.    Sering karena responden tidak ingin di ketahui pikirannya yang sesungguhnya karena dianggap terlalu pribadi, maka dia mengatakan “ tidak tahu “. Dapat juga terjadi kkarena responden ragu-ragu ataupun takut mengutarakan pendapatnya.; dan
d.    Responden memang betul-betultidak tahu.

Tentu saja apabila responden sungguh tidak tahu, jawaban itu dapat diterima. Namun adalah tugas pewawancara untuk mengamati responden dengan cermat. Benarkah responden tidak tahu, ataukah hal-hal dibalik pikirannya. Pewawancara seyogyanya menunggu sejenak, biarkan responden berfikir. Dapat juga pewawancara megulang pertanyaan sekali lagi atau menmbah pertanyaan untuk lebih yakin atas jawaban responden.


IV.  KEBAIKAN DAN KELEMAHAN WAWANCARA

    Secara umum dapat disebut berbagai kebaikan dan kelemahan metode   
           wawancara :


Kebaikan-kebaikannya :

a.    Merupakan salah satu metode yang terbaik untuk menilai keadaan pribadi ;
b.    Tidak dibatasi oleh tingkat umur dan tingakatan pendidikan subjek yang diselidiki ;
c.    Dalam riset social ia hampir-hampir tidak pernah dapat ditingkatkan isusunsebagai metode pelengkap ;
d.    Dengan unsure fleksibilitas / keluwesan yang di kandungnya iia cocok sekali utnu digunakan sebagai kriterium ( alat verifikasi ) terhadap data yang diperoleh dengan jalan observasi, kuesioner, dan lain-lain dan
e.    Dapat diselenggarakan sambil mengadakan observasi.

Kelemahan-kelemahannya :

a.    Tidak cukup efisien,memboroskan waktu, tenaga, dan biaya ;
b.  Tergantung kepada kesediaan,kemampuan dan keadaan yang momental dari interview, sehingga informasi tadak dapat diperoleh secara seteliti-telinya ;
c.  Jalan dan isi interview sangat mudah di pengaruhi oleh keadaan-keadaan sekitar yang memberikan tekanan-tekanan yang mengganggu ; dan
d.    Meminta interview  (yang mewancara ) benar-benar yang menguasai bahasa interview. Bagi orang yang masih “asing”  amat sulit menggunakan interview sebagai metode penyelidikan. (*)    

(Disusun oleh Para Mahasiswa FIKOM  JAYABAYA-JAKARTA)

Public Speaking

Berbicara di depan publik, suka atau tidak merupakan keterampilan yang harus kita kuasai, karena pada suatu saat dalam kehidupan kita, pastilah kita harus berbicara di hadapan sejumlah orang untuk menyampaikan pesan, pertanyaan, tanggapan atau pendapat kita tentang sesuatu hal yang kita yakini. Hal yang sederhana misalnya kita harus berbicara di depan para tamu pada acara ulang tahun anak kita atau hal yang menentukan karier kita seperti mempresentasikan proposal proyek atau tentang produk kita di hadapan sejumlah mitra bisnis atau calon pembeli. secara kata per kata saja kita sudah bisa mengetahui makna dari public speaking. Public artinya umum, speaking artinya berbicara. Jadi public speaking adalah berbicara kepada umum.
Unsur-unsur dari public speaking ada empat, yaitu:
1. pembicara
2. komunikan atau pendengar
3. materi atau pesan yang akan disampaikan
4. metodologi penyampaian pesan itu.
Tiga unsur pertama sudah pasti ada dalam tiap-tiap pelaksanaan public speaking. Tiga unsur ini pun sudah menjadi modal kita. Tinggal satu unsur lagi, yaitu metodologi penyampaian pesan. Jika kita sudah mempunyai metodologi, maka sempurnalah modal kita.
Apa tujuan dari public speaking? Tujuannya adalah menyampaikan pesan kepada komunikan agar mereka memahami apa yang kita sampaikan. Tanggung jawab atas pahamnya pendengar akan apa yang kita sampaikan, itu 100% berada di tangan pembicara. Karena itu, jika pesan yang ingin kita sampaikan tidak dapat diterima dan dipahami oleh pendengar, maka itu sama sekali bukanlah salah pendengar, tapi merupakan kesalahan kita dalam penyampaiannya dan kita sebagai pembicara bertanggung jawab 100% atas hal itu. Untuk itu agar pendengar mampu menangkap pesan yang ingin kita sampaikan, maka perlu sebuah metodologi penyampaian pesan yang efektif.
Metodologi ini ada bermacam-macam. Namun yang terutama adalah metode verbal, metode intonasi, dan metode bahasa tubuh. Dengan metode verbal, maka kita mengharapkan pendengar bisa menangkap pesan kita dengan modal utama dari kata-kata (verbal) kita sehingga mereka tertarik dan bisa memahaminya. Bila kita ingin sukses dalam public speaking dengan menekankan aspek verbal, maka sering-seringlah mencari perbendaharaan kata-kata dan istilah baru serta rajin-rajinlah menambah wawasan. Bisa dilakukan dengan banyak membaca berbagai media.
Dalam metode intonasi, kita berusaha menarik pendengar melalui intonasi atau nada bicara kita, misalnya dengan adanya penekanan pengucapan di bagian tertentu dari apa yang kita ucapkan. Metode ini bisa dilatih dengan banyak melakukan latihan-latihan yang bersangkutan dengan kondisi emosi kita. Melakukan perenungan-perenungan pun bisa menjadi suatu bentuk latihan yang berguna.
Dalam metode bahasa tubuh, kita menarik pendengar dengan pergerakan anggota tubuh kita di saat berbicara. Biasanya cara ini yang paling efektif dalam menarik minat pendengar. Latihan untuk meningkatkan kemampuan bahasa tubuh bisa dilakukan dengan melakukan hal-hal seperti misalnya latihan berbicara di depan cermin.
Itulah beberapa metodologi dalam public speaking. Semuanya tentu terserah kita untuk memilih metode mana yang sesuai. Namun yang jelas kita harus konsisten dalam mendalami suatu metode, karena dengan konsistensi itu kita akan menciptakan suatu karakter bagi diri kita sendiri yang nantinya akan menunjang kita dalam kesuksesan berbicara kepada publik.


Lima Unsur
Berbicara di depan publik merupakan salah satu seni berkomunikasi. Dalam edisi Mandiri ke-38 kita telah membahas topik komunikasi. Seperti yang pernah kita bahas sebelumnya dalam edisi tersebut, ada lima komponen atau unsur penting dalam komunikasi yang harus kita perhatikan. Kelima unsur tersebut adalah: pengirim pesan (sender), pesan yang dikirimkan (message), bagaimana pesan tersebut dikirimkan (delivery channel atau medium), penerima pesan (receiver), dan umpan balik (feedback).

Hukum Komunikasi
Selain itu kita juga telah membahas 5 Hukum Komunikasi Yang Efektif (The 5 Inevitable Laws of Efffective Communication) yang kita rangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu REACH (Respect, Empathy, Audible, Clarity, Humble), yang berarti merengkuh atau meraih. Karena kita berkeyakinan bahwa komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain. Berikut kami uraikan kembali kelima hukum komunikasi efektif tersebut dalam konteks dan sebagai fondasi bagi kita untuk mengembangkan kemampuan berbicara di depan publik.
Hukum pertama dalam berkomunikasi secara efektif, khususnya dalam berbicara di depan publik adalah sikap hormat dan sikap menghargai terhadap khalayak atau hadirin. Hal ini merupakan hukum yang pertama dalam kita berkomunikasi dengan orang lain, termasuk berbicara di depan publik. Kita harus memiliki sikap (attitude) menghormati dan menghargai hadirin kita. Kita harus ingat bahwa pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting. Jika kita bahkan harus mengkritik seseorang, lakukan dengan penuh respek terhadap harga diri dan kebanggaaan orang tersebut.
Hukum kedua adalah empati, yaitu kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Rasa empati akan memampukan kita untuk dapat menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver) menerimanya. Oleh karena itu dalam berbicara di depan publik, kita harus terlebih dulu memahami latar belakang, golongan, lapisan sosial, tingkatan umur, pendidikan, kebutuhan, minat, harapan dan sebagainya, dari calon hadirin (audiences) kita. Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari penerima.
Empati bisa juga berarti kemampuan untuk mendengar dan bersikap perseptif atau siap menerima masukan atau pun umpan balik apa pun dengan sikap yang positif. Banyak sekali dari kita yang tidak mau mendengarkan saran, masukan apalagi kritik dari orang lain. Padahal esensi dari komunikasi adalah aliran dua arah. Komunikasi satu arah tidak akan efektif manakala tidak ada umpan balik (feedback) yang merupakan arus balik dari penerima pesan. Oleh karena itu dalam berbicara di depan publik, kita perlu siap untuk menerima masukan atau umpan balik dengan sikap positif.
Hukum ketiga adalah audible. Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Audible dalam hal ini berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui medium atau delivery channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik.
Hukum keempat adalah kejelasan dari pesan yang kita sampaikan (clarity). Selain bahwa pesan harus dapat diterima dengan baik, maka hukum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Clarity juga sangat tergantung pada kualitas suara kita dan bahasa yang kita gunakan. Penggunaan bahasa yang tidak dimengerti oleh hadirin, akan membuat pidato atau presentasi kita tidak dapat mencapai tujuannya. Seringkali orang menganggap remeh pentingnya Clarity dalam public speaking, sehingga tidak menaruh perhatian pada suara (voice) dan kata-kata yang dipilih untuk digunakan dalam presentasi atau pembicaraannya.
Hukum kelima dalam komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Kerendahan hati juga bisa berarti tidak sombong dan menganggap diri penting ketika kita berbicara di depan publik. Justru dengan kerendahan hatilah kita dapat menangkap perhatian dan respon yang positif dari publik pendengar kita.
Kelima hukum komunikasi tersebut sangat penting untuk menjadi dasar dalam melakukan pembicaraan di depan publik. Berikut adalah beberapa tips atau kiat-kiat untuk public speaking yang kami adaptasi dari buku Say It Like Shakespeare, karangan Thomas Leech.

Persiapan
Hal yang paling penting dalam persiapan kita untuk berbicara di depan publik adalah membangun rasa percaya diri dan mengendalikan rasa takut dan emosi kita. Bahkan banyak pakar komunikasi yang mengatakan bahwa persiapan mental jauh lebih penting daripada persiapan materi atau bahan pembicaraan. Meskipun demikian, persiapan materi juga sangat mempengaruhi kesiapan mental kita. Kesiapan mental yang positif merupakan syarat mutlak bagi kita dalam berbicara di depan publik. Pastikan juga bahwa anda beristirahat dan tidur yang cukup menjelang waktu anda berbicara di depan publik dan majulah dengan sikap optimis dan sukses. Berikut adalah hal-hal yang perlu kita perhatikan dalam menyampaikan pesan kepada publik:
Kualitas suara kita merupakan faktor kunci yang menentukan apakah hadirin memperhatikan kita maupun pesan yang kita sampaikan. Pastikan bahwa suara anda cukup keras dan jelas terdengar bahkan oleh hadirin yang duduk paling jauh dari anda sekalipun. Jika tersedia, selalu gunakan pengeras suara (loudspeaker), meskipun anda merasa suara anda sudah cukup keras. Cobalah dengan berlatih mendengarkan suara anda sendiri. Caranya dengan menutup mata, berbicaralah, kemudian perhatikan kualitas, kekuatan dan kejelasan suara anda.
Suara kita merupakan aset kita yang paling berharga dalam berkomunikasi secara lisan. Oleh karena itu memelihara kualitas suara dan berlatih secara kontinu merupakan keharusan jika kita ingin menjadi pembicara publik yang sukses. Jika suara kita kurang bagus dan sumbang, kita dapat mencari pelatih suara profesional atau mengikuti kursus atau pendidikan (seperti misalnya di Institut Kesenian Jakarta) untuk meningkatkan kualitas suara kita. Apalagi misalnya anda bercita-cita jadi presenter, pembicara publik, MC dan sebagainya. Anda harus benar-benar memperhatikan kualitas suara anda.
Bahasa dan kata-kata yang kita gunakan merupakan faktor kunci lain yang menentukan kemampuan komunikasi kita. Bahasa yang baik dan tepat dapat membantu memperjelas dan meningkatkan kualitas presentasi atau pembicaraan kita. Oleh karena itu perlu sekali bagi kita untuk memperhatikan kata-kata dan bahasa yang kita pilih.
Pikirkanlah kata-kata yang akan anda gunakan, karena kemampuan berbahasa yang buruk akan tercermin pada kualitas penyampaian pesan kita. Hindari menggunakan kata-kata yang tidak perlu, seperti: apa itu?¦.. apa namanya...eh you know. dll. Jangan mengucapkan kata-kata: maaf..Jika anda salah mengucap, cukup anda ulangi sekali lagi kalimat tersebut dengan benar.
Penampilan adalah kesan pertama. Jadi kita harus pastikan bahwa pada saat kita maju atau berdiri untuk berbicara, hadirin atau audiens kita memperoleh kesan yang baik terhadap kita. Pastikan bahwa penampilan kita membawa pesan yang positif, dan kita kelihatan lebih baik dan merasa lebih baik. Gunakan pakaian yang sesuai dengan suasana pertemuan, dan sesuai dengan jenis pakaian yang digunakan oleh para hadirin lainnya.

Komunikasi Non-verbal
Yang dimaksud dengan komunikasi non-verbal adalah: kontak mata, ekspresi wajah, penampilan fisik, nada suara, gerakan tubuh, pakaian dan aksesoris yang kita gunakan รข€“ semuanya memberikan efek atau pengaruh yang cukup besar terhadap penyampaian pesan kita. Para hadirin akan kebingungan ketika bahasa tubuh kita misalnya berbeda dengan bahasa verbal yang kita ucapkan. Biarkan tubuh kita berkomunikasi juga dengan audiens kita. Bahasa tubuh kita sebagai pembicara atau pengirim pesan dan bahasa tubuh pendengar atau audiens kita dapat membantu atau menghalangi proses komunikasi. Jika hadirin duduk dengan sikap seperti mau tidur atau menunjukkan wajah bosan, berarti kita harus mengubah suasana atau cara kita menyampaikan pesan.

Persiapan Mental
Dalam membangun kesiapan mental kita dalam berbicara di depan publik, hal pertama yang perlu kita lakukan adalah mengurangi ketegangan fisik dengan cara melakukan senam ringan (stretching). Karena kita tidak dapat menurunkan ketegangan mental sebelum kita mengendorkan otot-otot tubuh kita yang tegang. Seperti yang dikatakan oleh psikolog Amerika yang terkenal Dr. Richard Gillett, It is almost impossible to go into alpha without considerable muscular relaxation. Hampir tidak mungkin masuk ke kondisi alpha (kondisi gelombang otak atau mental yang relaks) tanpa mengendorkan otot-otot tubuh. Biasanya saya memegang ujung kaki sambil berdiri membungkuk selama sepuluh detik. Kemudian tarik napas yang panjang dan dalam, tahan beberapa detik, kemudian keluarkan napas pelan-pelan. Selanjutnya anda bisa batuk sekali atau minum segelas air putih untuk mempersiapkan vokal anda.
Cara lain yang efektif untuk membangun kesiapan mental adalah dengan datang ke tempat pertemuan lebih awal. Dengan demikian kita dapat mengetahui suasana dan keadaan terlebih dahulu. Selanjutnya kita bisa mencari dukungan (back up support) dari orang-orang yang kita kenal maupun kenalan baru serta dari mereka yang mengharapkan kita sukses dalam presentasi nantinya. Mengobrollah dengan mereka sebelum presentasi dimulai.
Berikut adalah beberapa prinsip dalam mempersiapkan mental kita sebelum berbicara di depan publik:

1. Berbicara di depan publik bukanlah hal yang sangat menegangkan. Dunia tidak runtuh jika anda tidak melakukannya dengan baik. Tidak akan ada hal yang buruk yang akan terjadi setelah presentasi atau penyampaian anda. Jadi tenang dan relaks saja.
2. Kita tidak perlu menjadi orang yang sempurna, cerdas ataupun brilian untuk berbicara di depan publik.
3. Siapkan 2-3 poin pembicaraan atau pertanyaan, karena audiens anda akan sulit untuk mengingat atau memperhatikan lebih dari tiga hal dalam satu waktu.
4. Kita harus memiliki tujuan atau sasaran yang jelas dan terarah.
5. Kita tidak perlu menganggap diri kita adalah seorang pembicara publik. Tujuan kita adalah menyampaikan pesan (message) kita kepada hadirin.
6. Kita tidak perlu harus dapat sepenuhya menguasai seluruh hadirin. Biarkan saja kalau ada beberapa yang tidak menaruh perhatian. Fokuskan perhatian kita pada mereka yang tertarik dan mendengarkan presentasi kita.
7. Kita harus ingat bahwa sebagian besar hadirin menginginkan kita berhasil dalam presentasi atau penyampaian pesan kita.

Siapkan Pesannya
Dalam mempersiapkan public speaking, selain persiapan mental, persiapan materi juga harus dilakukan dengan baik dan benar. Karena kesiapan materi atau pesan yang akan kita sampaikan akan sangat mempengaruhi kesiapan kita secara mental. Hal yang paling penting adalah kesiapan pendengar atau audiens untuk menerima pesan kita. Biasanya kita harus menyampaikan pokok-pokok pemikiran atau ringkasan dari apa yang mau kita sampaikan sehingga audiens juga memiliki kesiapan mental untuk menerima pesan tersebut. Paling tidak agenda atau outline bahan pembicaraan kita sudah jauh-jauh hari kita sampaikan terlebih dulu.
Hal yang pertama dalam mempersiapkan materi adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai materi yang akan kita sampaikan baik dari buku-buku referensi, tulisan atau publikasi lainnya. Kita juga perlu memperoleh informasi tentang audiens kita, baik tingkatan umur, maupun pendidikan, pengalaman, bidang keahlian, minat dan sebagainya. Sehingga kita bisa empati (ingat hukum komunikasi kedua) dan berbicara dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh audiens kita. Berikut adalah hal-hal yang perlu kita perhatikan dalam mengembangkan topik atau materi:
1. Perkayalah topik dan bacaan yang telah kita lakukan dengan hal yang uptodate dan riil terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman kita, maupun pengalaman orang lain adalah bahan yang menarik untuk kita angkat.
2. Hilangkan bagian-bagian yang dirasakan membuat kita tidak fokus, menimbulkan keragu-raguan atau melebihi jadwal waktu yang tersedia untuk kita.

Kemudian kita tetapkan terlebih dulu apa tujuan atau sasaran kita. Apa yang menjadi tujuan seminar, rapat, kuliah atau pertemuan ini? Apa yang menjadi harapan panitia, kita sebagai pembicara dan seluruh hadirin yang ada? Penetapan tujuan ini sangat berkaitan dengan informasi yang kita dapatkan mengenai pendengar atau hadirin kita, apa yang menjadi tujuan dan harapan mereka? Dapatkan umpan balik dari teman-teman anda atau mereka yang ahli dalam bidang yang akan kita presentasikan.
Setelah itu kemudian barulah kita susun peta pemikiran dari topik yang dipilih. Mengenai teknik pemetaan pemikiran pernah kita sampaikan pada edisi Mandiri 40. Teknik ini merupakan cara untuk meringkas suatu tema atau pokok pikiran yang ada dalam buku. Pertama, kita awali dengan menuliskan tema pokok di tengah-tengah halaman kertas kosong. Kemudian seperti pohon dengan cabang dan ranting kita kembangkan tema pokok menjadi sub-tema di sekelilingnya dengan dihubungkan memakai garis seperti jari-jari roda.
Setelah itu buatlah agenda, outline atau catatan kecil tentang urutan pembicaraan yang akan kita sampaikan. Sisipkan anekdot, kuis, cerita ilustrasi, games, dan latihan-latihan untuk menjaga agar audiens tidak bosan dan mengantuk. Persiapan tersebut termasuk menyusun makalah, powerpoint presentation, transparent sheets, handouts, video presentation, dan sebagainya sebagai materi utama presentasi anda. Ingat pada saat presentasi jangan membacakan makalah atau terpaku pada bahan utama anda. Berbicaralah seakan anda sedang berbicara dengan satu-dua orang saja. Gunakan kontak mata dan fokuskan perhatian pada mereka yang memperhatikan presentasi anda. Tetapi sebisa mungkin anda memproyeksikan pembicaraan anda ke seluruh ruangan dan seluruh hadirin.

Alat Bantu Visual
Untuk meningkatkan kualitas penyampaian pesan (hukum ketiga audible), kita harus menguasai kegunaan dan penggunaan alat bantu visual seperti misalnya slide, overhead projector, LCD (infocus) projector yang langsung dihubungkan dengan komputer atau notebook anda. Sebagian besar orang lebih mudah menangkap informasi yang berupa gambaran visual daripada mendengarkan. Apalagi jika kita menggunakan data-data numerikal, akan lebih menarik jika disajikan dalam bentuk grafik, tabel atau bagan warna-warni. Anda bisa menggunakan software tertentu misalnya powerpoint, untuk menggabungkan pointers anda dengan suara, foto, clip art, animasi, dan video dalam satu file presentasi. Kemampuan menggunakan alat bantu visual ini akan memberikan kesan pertama kepada audience bahwa kita siap melakukan presentasi.
Tetapi sekali lagi jangan terfokus pada alat bantu tersebut. Apalagi jika terjadi kesalahan atau gangguan teknis, anda harus selalu siap dengan cara presentasi yang langsung tanpa alat bantu. Atau sebaiknya ada teknisi yang siap untuk mengatasi gangguan teknis tersebut. Jangan sampai gara-gara alat bantu visual, anda kehilangan momentum untuk menyampaikan topik atau materi presentasi anda.
Jadi dalam penyampaian pesan kepada publik, baik berupa pertanyaan, pidato, kuliah, seminar, sepatah kata, yang paling penting bagi kita adalah bahwa pesan kita dapat tersampaikan kepada penerima pesan dengan baik dan jelas. Berbicara di depan publik bukan ujian atau pun pengadilan untuk mengadili penampilan, kecerdasan, kecantikan atau pun keluasan pengetahuan kita. It is simply a process of conveying your message to the targetted audiences  nothing more nothing less.

VISUAL (Apa yang dilihat oleh audiens)
Mengapa aspek visual mengambil porsi 55%? Bukankah orang ingin mendengar kita bicara, bukan melihat kita joget-joget atau atraksi kuda lumping? Pertanyaan tersebut bisa dijawab dengan pertanyaan pula. Apa yang pertama kali tampak dari seorang Public Speaker? Tepat! Penampilanya, bukan suaranya. Oleh karena itu aspek visual memegang peranan penting dalam suksesnya berbicara di depan publik.Unsur-unsur dari aspek visual ini adalah:
1.     OUTFIT – Busana yang Digunakan Meliputi pakaian, sepatu, aksesoris (topi, jilbab, bros, dasi, ikat pinggang, dll.) yang harus disesuaikan dengan acara yang akan didatangi. Apakah acaranya formal, semi-formal, atau casual? Jangan sampai kita salah kostum! Memakai jas di acara peresmian kantor cabang akan terlihat elegan, tapi memakainya di acara family gathering di tepi pantai… Hmmm, coba Anda pikirkan lagi.

Jangan: berbaju kerja di pantai, atau berbikini di ruang direktur utama…
2.    BODY LANGUAGE- Bahasa Tubuh disebut juga bahasa nonverbal. Dalam keseharian, penggunaan bahasa nonverbal adalah 85%. Oleh sebab itu, penggunaan bahasa tubuh sangat berpengaruh dalam menyukseskan (atau menggagalkan) presentasi kita. Apa saja elemen-elemennya? GESTURE Gesture adalah semua gerakan tubuh kita: tangan, kaki, badan, kepala, dll. Gunakan gesture yang menunjukkan respek kita terhadap audiens. Contoh yang mudah misalnya jangan menunjuk (dengan jari telunjuk) kepada audiens tertentu, hindari berkacak pinggang, jangan diam mematung – jangan pula terlalu banyak bergerak yang tak perlu. MIMIK WAJAH Mimik sangat menggambarkan isi hati dan suasana hati. Mimik wajah kita akan menggambarkan apakah kita tegang, bersemangat, percaya diri, minder, atau bahkan sombong. KONTAK MATAeye contact adalah sarana untuk menciptakan keterikatan emosional antara pembicara dengan audiens. Dengan kontak mata yang intens kepada audiens, mereka akan merasa diajak bicara, merasa dihargai, dan merasa diperhatikan.

Setiap bahasa nonverbal memiliki arti tersendiri. Jangan sampai salah menggunakan..
3.    GROOMING – Perawatan Tubuh Kecantikan dan ketampanan adalah anugerah yang sangat sulit untuk diubah-ubah ^_^ yang menjadi kewajiban adalah menjaga tubuh kita tetap bersih terawat. Wajah yang berseri, tak ada aroma tidak sedap dari badan kita, merapikan kumis dan/atau cambang, penggunaan make up yang tepat, adalah contoh perawatan tubuh yang harus kita lakukan sehari-hari. Jadi, jangan biarkan rasa tidak nyaman menghampiri, hanya karena bau kaki.
VOICE (Apa yang Didengar Audiens)
Ada empat elemen utama yang menyokong aspek voice, yaitu:
1.    TEMPO – Kecepatan Berbicara yang tepat akan membuat penampilan kita menjadi hebat. Kita harus tahu kapan harus berbicara dengan tempo cepat, medium, atau lambat. Berbicara terlampau cepat sepanjang pidato akan membuat banyak poin penting terlewat dan intonasi kita menjadi tidak jelas. Sebaliknya, kita pun tidak mau audiens terkantuk-kantuk karena tempo yang terlampau lambat. Gunakan tempo medium, berikan tempo cepat sesekali bila memang diperlukan, jangan lupa tetap menggunakan tempo yang agak lambat ketika sampai pada hal yang penting.
2.    INTONASI – Kejelasan Pengucapan Intonasi yang tepat akan menghindarkan kita dari kesalahan tafsir. Selain itu audiens juga lebih mudah menerima pesan apabila kita mengucap tiap kata dengan ejaan yang tepat. Misalnya, jika kita ingin mengucapkan “tidak” ucapkan dengan benar: ti-dak. Jangan mengucapkan ti-da. Sebaliknya, jika kita ingin mengucap kata “suka”, ucapkanlah su-ka, jangan su-kak. Latihlah intonasi dengan mengucap alphabet A,B,C……Z. Ingat! Bahasa kita mengenal huruf ‘c’ dengan intonasi ‘ce’ bukan ‘se’ , huruf ‘q’ dengan bunyi ‘qi’ bukan ‘kyu’, dan huruf ‘z’ dengan lafal ‘zet’ bukan ‘set’.
3.    STRESSING n PAUSING – Penekanan dan Penjedaan Tidak semua catatan harus digarisbawahi, begitu pula tidak sepanjang pidato harus diucap berapi-api. Gunakan penekanan pada ide-ide pokok, sehingga audiens tahu mana bagian penting dan mana yang penting banget. Manfaatkan pula jeda untuk membuat audiens tertarik dan penasaran pada informasi yang ingin Anda sampaikan.
4.    PRODUKSI SUARA Biasakan memproduksi suara dengan pernapasan perut setiap berbicara di depan umum. Pernapasan perut cenderung menghasilkan suara yang stabil, bersih, bulat, dantidak membuat tenggorokan kita serak. Bagaimana cara melatih suara perut? Gunakan teknik humming untuk latihan vokal. Persis seperti latihan untuk menyanyi atau pemanasan sebelum berlatih teater. Jika belum tahu, Anda bisa buka link Youtube bertajuk ”Teknik Humming”. Yakni mengurai perbedaan pernapasan perut dengan pernapasan dada
VERBAL (Pesan yang Ingin Disampaikan)
Walaupun ‘hanya’ berperan 7%, namun di sinilah nyawa dari sebuah speech. Semua ide yang ada di benak kita akan diterjemahkan dalam bahasa verbal yang kita sampaikan kepada audiens. Oleh karenanya, sangat penting menguasai elemen-elemen verbal agar pesan yang ingin kita sampaikan dapat diterima dengan baik, tanpa distorsi.
1.    DIKSI – Pemilihan Kata Selalu gunakan kata yang jelas, tegas, dan mudah dimengerti. Hindari penggunaan istilah teknis dan mutakhir apabila pemirsa kita heterogen. Apalagi menggunakan istilah yang sophisticated hanya agar terlihat pintar. Fokus pada tujuan kita: pesan sampai dengan baik, sehingga kita terpacu untuk memilih kata yang sederhana namun mengena.
2.    BERIKAN APRESIASI DAN MOTIVASI Ketika audiens menyampaikan pendapat, beri apresiasi. Ketika audiens curhat, perhatikan dan beri support serta masukan. ketika audiens menjawab pertanyaan kita, beri penghargaan. Apalagi bila kita bisa mengingat nama audiens, lalu menyapa dengan namanya, tentu audiens akan merasa diperhatikan dan dihargai.
3.    YANG PERLU DIHINDARI (1) ISU SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) karena sangat sensitif (2) GUYONAN FISIK karena dapat melukai perasaan orang lain (3) SAPAAN YANG TAK TEPAT Gunakan ” Silakan, bapak…. (mendekati sambil berekspresi menanyakan nama) Ya! Bapak Agung  “. Jangan gunakan ” Ya, silakan bapak yang yang agak botak di ujung kiri”. (4) KALIMAT PANJANG BERPUTAR MENGULAR 15 kata per kalimat adalah batas wajar untuk suatu pesan agar mudah dimengerti. Lebih dari itu, dibutuhkan tenaga ekstra untuk mencernanya.

Sunday, October 14, 2012

Keterangan Foto Jurnalistik (bahan UTS)

Kali ini adalah tentang Fotografi Jurnalistik. Pastinya tidak asing buat para fotografer. Fotografi Jurnalistik adalah menyimpulkan ciri-ciri yang melekat pada foto yang dihasilkan
Ciri-ciri foto jurnalis:
    1.Memiliki nilai berita atau menjadi berita itu sendiri.
    2.Melengkapi suatu berita/artikel.
    3.Dimuat dalam suatu media.
Foto Begitu Penting Bagi Jurnalistik
Jurnalistik tanpa foto rasanya kurang lengkap. Mengapa foto begitu penting? karena foto merupakan salah satu media visual untuk merekam/mengabadikan atau menceritakan suatu peristiwa. itu berbeda lagi dengan artikel sebelumnya yaitu level untuk fotografer.
foto jurnalistik
Jurnalistik tanpa foto rasanya kurang lengkap. Mengapa foto begitu penting? Karena foto merupakan salah satu media visual untuk merekam/mengabadikan atau menceritakan suatu peristiwa.
Semua foto pada dasarnya adalah dokumentasi dan foto jurnalistik adalah bagian dari foto dokumentasi.
Foto Jurnalistik Bagian Dari Foto Dokumentasi
Semua foto pada dasarnya adalah dokumentasi dan foto jurnalistik adalah bagian dari foto dokumentasi
Perbedaan Foto Jurnalis
    Perbedaan foto jurnalis terletak pada pilihan. Membuat foto jurnalis berarti memilih foto mana yang cocok.
    Di dalam peristiwa pernikahan, dokumentasi berarti mengambil/mem-foto seluruh peristiwa dari mulai penerimaan tamu sampai selesai, tapi seorang wartawan foto hanya mengambil yang menarik, apakah public figure atau saat pemotongan tumpeng
    Hal lain yang membedakan antara foto dokumentasi dengan foto jurnalis yaitu hanya terbatas pada apakah foto itu dipublikasikan (media massa) atau tidak.
Nilai Suatu Foto Jurnalistik
Nilai suatu foto ditentukan oleh beberapa unsur:
    Aktualitas (Asli itu benar-benar terjadi)
    Berhubungan dengan berita.
    Kejadian luar biasa.
    Promosi.
    Kepentingan.
    Human Interest (menimbulkan ketertarikan).
    Universal.
Pembagian Foto Jurnalistik
Foto jurnalistik terbagi menjadi beberapa bagian:
    Spot news: Foto-foto insidential/ tanpa perencanaan. (ex: foto bencana, kerusuhan, dll).
    General news: Foto yang terencana (ex : foto SU MPR, foto olahraga, dll).
    Foto Feature: Foto untuk mendukung suatu artikel.
    Esai Foto: Kumpulan beberapa foto yang dapat bercerita.
Foto Yang Sukses
    Batasan sukses atau tidaknya sebuah foto jurnalistik tergantung pada persiapan yang matang dan kerja keras, bukan pada keberuntungan. Tetapi juga tidak bisa dipungkiri bahwa ada foto yang merupakan hasil dari “being in the right place at the right time”.
    Tetapi seorang jurnalis profesional adalah seorang jurnalis yang melakukan riset terhadap subjek,mampu menentukan peristiwa potensial dan foto seperti apa yang akan mendukungnya (antisipasi).
    Semua itu sangat penting mengingat suatu moment yang baik hanya berlangsung sekian detik dan mustahil untuk diulang kembali.
    Etika, empati, nurani merupakan hal yang amat penting dan sebuah nilai lebih yang ada dalam diri jurnalis foto.
    Seorang jurnalis foto harus bisa menggambarkan kejadian sesungguhnya lewat karya fotonya, dan tanpa memanipulasi foto tersebut.
sedikit tips tentang foto jurnalistik juka ada kekurangan mohon maaf. atau bisa ditambahkan dengan berkomentar.