Monday, December 31, 2012

Bahan UAS Jurnalistik Foto


Penilaian mata kuliah Jurnalistik foto adalah foto-foto yang telah dimuat di website dan  nilai UAS.
Bahan : 
Jurnalistik foto pada dasarnya adalah melihat apa yang jarang diperhatikan oleh khalayak. Khalayak kadang melihat tapi tidak menamatkan alias tidak memperhatikan sebuah obyek/ peristiwa.
Dalam era kamera digital sekarang ini, memungkinkan seseorang tidak harus belajar banyak tentang dasar-dasar fotografi. Namun karena kecanggihan kamera seseorang yang telah merasa mampu bisa langsung ke lapangan dan bisa mendapatkan foto-foto yang bagus. Karena memang semua kamera sekarang dirancang untuk memberi kemudahan terhadap pemakainya.

Masih terkait pembahasan visual foto bagi seorang pemula yang belajar foto jurnalistik, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, agar dalam proses belajar akan lebih fokus. Berikut ini, tahapan demi tahapan melalui metode foto jurnalistik diperkenalkan secara mudah pahami.
Walter Cronkite Schol of Jurnalism Telecommunication Arizona State University memperkenalkan metode untuk mendapatkan variasi angle dan pilihan dalam melakukan pengambilan sebuah gambar dalam peliputan. Seorang wartawan foto (jurnalis foto), akan dengan mudah mendapatkan foto dengan berbagai macam variasi angle, apabila telah melakukan penguasaan metode ini.
Metode ini diperkenalkan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan tugas-tugas dalam melakukan peliputan foto. Metode yang diperkenalkan itu adalah metode EDFAT :
Metode EDFAT adalah suatu metode pemotretan untuk melatih kepekaan dalam melihat sesuatu secara detail yang runtut dan tajam. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada setiap unsur metode itu adalah suatu proses dalam mengincar suatu bentuk visual atas peristiwa bernilai berita. Berikut ke lima tahapan dalam pemotretan:
Metode E (Entire) adalah tahapan yang dikenal juga sebagai Establised Shot, suatu keseluruhan pemotretan yang dilakukan begitu melihat suatu peristiwa atau bentuk penugasan lain, untuk mengintai bagian-bagian lain untuk dipilih sebagai objek pemotretan.

Metode D (Detail) suatu pilihan atas bagian tertentu dan keseluruhan pandangan terdahulu (entire). Dalam tahap ini dilakukan suatu pilihan pengambilan keputusan atas sesuatu yang dinilai paling tepat sebagai point of interest-nya. Pada tahap ini penglihatan dalam proses yang sedemikian cepat, diramu dengan pengetahuan jurnalistik yang memadai untuk menghasilkan imaji yang diinginkan.

Metode F (Frame) tahap dimana kita membingkai suatu detail yang telah dipilih. Fase ini mengantar seorang cakon jurnalis foto mengenal arti sebuah komposisi, pola, tekstur, dan bentuk objek pemotretan dengan akurat. Dalam pase ini rasa artistik seorang jurnalis foto semakin penting.

Penjelasan :
Metode A (Angle) tahap dimana sudut pandang menjadi dominan pada fase sebagai pilihan untuk posisi dalam pengambilan gambar. Apakah itu dengan memilih sudut pengambilan dari ketinggian, kerendahan, level mata, kidal, kanan dan cara lain dalam melihat sudut pandang. Pada fase ini bagi seorang wartawan foto menjadi penting untuk mengkonsepsikan visual apa yang diinginkan.
Metode T (Time), tahapan penentuan penyiaran dengan kombinasi yang tepat antara diafragma dan kecepatan (shutter speed) atas ke empat tingkatan metode yang telah disebutkan di atas. Pengetahuan teknis atas keinginan pembekuan gerak atau memilih ketajaman ruang adalah satu prasyarat dasar yang sangat diperlukan.

Memilih metode ini sangat praktis kiranya, dan dapat dijadikan pedomanan dan kebiasaan, manakala seorang wartawan foto pemula sedang mendalami foto jurnalistik. Paling tidak metode EDFAT ini membantu proses percepatan pengambilan keputusan terhadap suatu event atau kondisi visual bernilai berita. (*)

Bahan II

Sejarah Jurnalistik Foto
Apakah kita pernah melihat halaman koran yang tanpa foto satu pun ?  Rasanya tidak ada karena memang secara internasional bahwa foto harus ada di koran terutama di halaman pertamanya. Selain untuk eye catching perwajahan, foto adalah sebuah bentuk berita tersendiri.
Berita tulis dan berita foto punya pijakan masing-masing dan bisa saling melengkapi. Berita tulis memberikan deskripsi verbal sementara foto memberikan deskripsi visual. Sebagai gambaran, untuk menceriterakan besarnya pengangguran dalam bentuk angka-angka, jelas berita tulis lebih tepat untuk dipakai. Tetapi untuk memberitakan seperti apa indahnya sebuah tempat atau secantik apa wajah seorang bintang sinetron, jelas foto yang lebih bisa berbicara daripada tulisan.
Walau begitu, foto jurnalistik usianya jauh lebih muda daripada jurnalistik tulis. Huruf sudah dikenal manusia ribuan tahun yang lalu sementara usia fotografi sendiri belum sampai 200 tahun. Di awal abad belasan, di Inggris sudah dikenal surat kabar. Tapi fotografi baru masuk surat kabar pada akhir abad 19.
Persoalan mengapa foto jurnalistik tertinggal dari jurnalistik tulis semata karena masalah teknologi. Setelah fotografi ditemukan pada pertengahan abad ke-19, teknologi cetak belum bisa membawa foto ke Koran. Yang terjadi adalah, foto sebuah kejadian dijadikan berita dengan cara digambar ulang ke sketsa. Sketsa inilah yang lalu dibawa ke mesin cetak. Surat kabar pertama yang memuat gambar sebagai berita adalah The Daily Graphic pada 16 April 1877. Gambar berita pertama itu tentang sebuah peristiwa kebakaran.
Sejalan dengan kemajuan teknologi cetak, akhirnya foto pun bisa ditransfer ke media cetak massal. Foto pertama di surat kabar adalah foto tambang pengeboran minyak Shantytown yang muncul di surat kabar New York Daily Graphic di Amerika Serikat tanggal 4 Maret 1880. Foto itu adalah karya Henry J Newton. Demikianlah, foto jurnalistik memang masih seumur jagung dalam dunia jurnalistik secara umum. Namun perkembangannya sangatlah cepat bahkan kini kita sudah memasuki fotografi digital. Dengan fotografi digital, teori-teori fotografi lama masih banyak yang berlaku. Cara pemotretan dan teori pencahayaan tidaklah berubah. Yang berubah hanyalah prosesnya.
Kalau dulu film perlu dicuci terlebih dahulu, lalu diperlukan proses mencetak untuk mendapatkan gambarnya, kini begitu tombol rana selesai dipijit selesailah fotonya. Kini tidak diperlukan lagi jasa pos atau kurir untuk mengirimkan foto. Seorang fotojurnalis bisa mengirim fotonya lewat telepon genggam yang dibawanya ke medan perang.
Sebagai gambaran, pada Piala Dunia Sepakbola 2002 lalu, begitu sebuah gol terlihat tercipta dari siaran langsung televisi, lima menit kemudian foto gol itu dalam bentuk data digital sudah sampai di meja redaktur foto Koran-koran di seluruh dunia.
Percepatan pemakaian fotografi sebagai elemen berita dipacu besar-besaran oleh terbitnya Majalah LIFE di Amerika Serikat sekitar tahun 1930-an. Dunia foto jurnalistik bisa dikatakan berhutang besar kepada Wilson Hick yang menjadi redaktur foto pertama majalah itu selama 20 tahun lamanya. Hick adalah orang yang dianggap sebagai perintis kemajuan foto jurnalistik di dunia ini.
Wilson Hicks memang tidak pernah memotret tapi lewat ketajaman intuisinya dan kepemimpinannya lahirlah fotografer-fotografer kelas dunia seperti Elliot Ellisofon, Edward Steichen, Robert Capa dan beberapa lagi. Dari Hicks pulalah lahir dasar-dasar foto jurnalistik.
Apa itu foto jurnalistik? Wilson Hicks menjawab dengan teorinya yang terkenal: Teori Wilson Hicks = Kata dalam foto jurnalistik adalah teks (caption) yang menyertai sebuah foto. Kalau berita tulis dituntut untuk memenuhi kaidah 5W + 1 H (What Where When Who Why dan How), demikian pula foto jurnalistik. Karena tidak bisa keenam elemen itu ada dalam gambar sekaligus, teks foto diperlukan untuk melengkapinya. Seringkali, tanpa teks foto, sebuah foto jurnalistik menjadi tidak berguna sama sekali.
Sekali lagi, penggabungan dua media komunikasi visual dan verbal inilah yang disebut sebagai foto jurnalistik. Suatu ketika kita membaca sebuah surat kabar, yang pertama kita lakukan adalah melihat foto yang menarik, membaca teksnya, kemudian kembali melihat fotonya. Foto halaman pertama sebuah surat kabar adalah elemen terpenting untuk “menjual” edisi surat kabar di hari itu.

Kelebihan Foto
Hakekatnya foto punya kelebihan dibandingkan media tulis. Selain mudah diingat, foto juga punya efek lain yang timbul jika kita melihatnya. Foto bisa menimbulkan efek bayangan yang lain tergantung dari siapa, pekerjaan, pengalaman, pendidikan, pengetahuan dan pengalaman dari orang yang melihatnya.
Karena itulah sebuah foto yang tidak menarik bagi seseorang pembaca, mungkin justru sangat menarik bagi pembaca lain. Sebagai contoh, foto olahraga American Football yang sangat bagus mungkin sangat menarik bagi pembaca di Amerika Serikat. Tapi bagi sebagian besar orang Indonesia, foto ini dilirik pun mungkin tidak.
Selain itu, untuk membuat foto yang menarik, kita harus membuat orang merasa mendapatkan sesuatu yang baru dari foto yang dilihatnya. Foto pembukaan sebuah seminar umumnya adalah foto orang memukul gong. Maka, di Indonesia, foto orang memukul gong sama sekali sudah tidak menarik lagi sebesar apa pun seminar yang menyertainya.
Karena itu, ada sebuah pedoman penting yang harus diingat saat membuat sebuah foto jurnalistik. Pedoman itu tertuang dalam ucapan fotografer Majalah LIFE Co Rentmeester yang berkunjung ke Indonesia pada tahun 1970-an. Pada suatu ceramahnya, Rentmeester berkata, ”Buatlah foto yang lain daripada orang lain”.
Petunjuk Rentmeester itu sangat tepat, apalagi untuk saat ini dimana foto jurnalis di Indonesia sudah sangatlah banyak. Pemilik kamera juga sudah tidak terhitung banyaknya. Kalau kita membuat foto yang sama dengan orang lain, sama sudut pengambilannya dan sama pula jenis lensanya, maka foto kita bisa dikatakan datar dan tidak menarik.
Perlu bagi seorang foto jurnalis untuk banyak-banyak melihat karya orang lain sebagai perbandingan dalam berkarya. Melihat karya orang lain, terutama melihat karya-karya yanag menang dalam sebuah lomba foto, kadang-kadang disalahartikan sebagai cari bahan untuk meniru. Padahal tidaklah demikian.
Untuk memberikan gambaran tentang kreativitas, mungkin kita masih ingat ceritera tentang pengeliling dunia Columbus yang ditantang untuk mendirikan sebuah telur ayam di atas meja. Saat Columbus memecahkan sedikit kulit telur untuk bisa membuatnya berdiri, orang lalu berkata, “Ah, saya pun bisa.”
Padahal, sebelum Columbus memecahkan telur itu, siapa pun mungkin tidak berpikir sampai ke situ. Demikian pula dalam fotografi. Kalau kita melihat sebuah angle foto yang bagus, kita mungkin berpikir, “Apa sulitnya membuat yang begitu”. Padahal, kalau belum ada foto itu, belum tentu kita bisa membuat yang demikian.
Sementara itu, selain definisi yang diberikan Hicks di atas, dalam definisi yang lebih “membumi”, foto jurnalistik adalah foto apa pun yang pembuatan dan pemakaiannya melewati proses jurnalistik.

Peran Fotografi
Pertanyaan pembaca di atas amat menarik sebab selama ini telah terjadi banyak salah paham terhadap fungsi dan peran sebuah foto. Kalimat yang mengatakan bahwa sebuah foto senilai seribu kata itu sebenarnya cuma kiasan, namun sering disalahartikan orang karena dianggap sebagai "peribahasa" panutan. Dalam anggapan yang salah itu, sebuah foto dianggap selalu bisa menggantikan seribu kata-kata. Padahal tidak sama sekali.
Kenyataannya, foto memang mempunyai kelebihan dan keterbatasan tersendiri. Kalau berita secara umum harus mengandung 5W dan 1 H (what, who, when, where, why dan how, atau apa, siapa, kapan, di mana, mengapa dan bagaimana), sebuah foto sulit mengandung keenam hal itu sekaligus.
Sebuah berita bisa mengandung 5W dan 1H karena ia terdiri dari banyak kalimat. Sedangkan sebuah foto sulit mencakup keenam hal itu dalam sebuah media dua dimensi yang dimilikinya. Seorang fotografer pemula, dengan dibuai "peribahasa" di atas sering memaksakan agar foto karyanya mengandung keenam hal sekaligus, sehingga justru menghasilkan karya yang "kusut".
Sebuah foto tidak selalu bisa menerangkan di mana kejadian itu terjadi, siapa yang ada di dalam foto, mengapa adegan dalam foto terjadi, bagaimana adegan dalam foto terjadi atau kapan kejadian itu terjadi, kalau tidak dilengkapi teks foto. Ini kelemahan sebuah foto.
Sebaliknya, foto mempunyai suatu dimensi yang tidak bisa dimiliki kata-kata, yaitu dimensi visual. Untuk menceriterakan wajah seorang wanita yang cantik, walau berjuta kata telah Anda gunakan, belum tentu orang lain bisa segera membayangkan seperti apa wajah wanita yang Anda ceriterakan itu. Namun dengan selembar foto, selesailah sudah penjelasan Anda. Untuk hal ini, betul bahwa sebuah foto menggantikan seribu kata.
Jadi harus dibedakan antara keunggulan sebuah foto dari sisi visual dan keterbatasan foto dari segi kemampuan naratifnya. Dalam kaitannya dengan foto di surat kabar, foto sebagai berita tidaklah bisa berdiri sendiri. Ia selalu membutuhkan keterangan, atau minimal judul foto.
Dalam konteks foto sebagai berita, yaitu di surat kabar, sebuah foto bisa menjadi elemen utama. Di sini yang terjadi adalah tanpa sebuah foto, sebuah berita menjadi tidak berarti. Contoh untuk hal ini adalah berita pencarian koruptor oleh polisi. Kalau foto sang penjahat tidak ikut dimuat, berita itu relatif tidak ada gunanya sebab kekurangan informasi visual tentang bagaimana wajah penjahat yang dicari itu.
Sebuah foto dalam media cetak juga bisa menguatkan isi sebuah berita. Misalnya berita yang dimuat adalah berita tentang kebakaran pasar yang dahsyat. Dengan menambahkan sebuah foto suasana reruntuhan pasar, pembaca bisa ikut membayangkan betapa dahsyatnya api yang berkobar. Gambaran visual memberikan dimensi tertentu pada berita yang dibuat untuk memancing emosi orang.
Sebuah foto, dengan dilengkapi keterangan atau caption, juga bisa mandiri sebagai sebuah berita. Contoh foto berita misalnya pemberitahuan bahwa sebuah foto memenangkan lomba tertentu.
Namun sering juga sebuah foto merupakan "sekadar" elemen pemanis dalam tata letak surat kabar. Bisakah Anda membayangkan halaman pertama surat kabar tanpa sebuah foto pun? Pasti membosankan sekali menatap halaman yang melulu berisi huruf. Di sini foto berfungsi sebagai elemen estetis yang kuran maupun formatnya direncanakan dengan baik.
Sebuah surat kabar boleh saja tidak memuat satu foto pun, namun pasti tidak ada penerbit yang mau berbuat demikian karena koran itu pasti tidak akan dibeli orang. Terus terang, foto sering kali merupakan elemen penarik minat orang pada halaman satu.
Seperti telah disinggung, teks dalam sebuah foto jurnalistik adalah elemen yang membuat sebuah foto lengkap. Maka, peran teks ini tidaklah main-main. Judul foto, yaitu bagian pertama dari teks yang biasanya dicetak tebal, haruslah memberikan gambaran akan isi foto. Judul hendaklah tidak mengulangi info yang telah dilihat oleh mata.
Sebagai contoh, misalnya ada foto orang sedang bersalaman. Janganlah judul foto itu “Bersalaman”. Ini nyinyir kata orang. Judul yang lebih baik mungkin adalah “Pertemuan dua tokoh”, atau “Usai peresmian pabrik”.

Esensi Fotografi
Dalam persuratkabaran, fotografi bisa dibagi dalam dua pemikiran. Pemikiran pertama adalah pemikiran yang berhubungan lay out, dan pemikiran kedua adalah pemikiran yang berhubungan dengan kerja jurnalistik itu sendiri.
Pada perwajahan, redaktur fotografi tidak bisa terlalu kaku untuk memaksakan pemuatan sebuah foto. Harus ada tawar-menawar dengan redaktur artistik untuk mendapatkan penampilan halaman terbaik, terutama untuk halaman pertama. Dengan tidak mengubah isi dan makna sebuah foto, seorang redaktur foto sebaiknya punya beberapa stok foto dan format untuk sebuah kejadian. Memang ada kalanya sang redaktur foto hanya punya satu saja foto untuk sebuah kejadian. Maka untuk keadaan seperti ini, redaktur artistik tidak bisa menawar lagi tapi harus merancang layout dengan satu foto yang ada itu.
Sebagai contoh, sebuah adegan sebaiknya memiliki format vertikal dan format horisontalnya. Stok foto wajah orang sebaiknya punya tiga arah memandang: kiri, kanan dan lurus ke depan (netral). Foto wajah yang diletakkan di kanan halaman sebaiknya menghadapi ke kiri, demikian pula sebaliknya.
Redaktur fotografi juga harus punya stok foto yang tidak basi oleh waktu. Sewaktu-waktu redaktur artistik meminta foto, redaktur fotografi harus bisa menyediakannya. Sering terjadi ada perubahan layout secara mendadak, dan sebuah foto dibutuhkan untuk membuat penampilan sebuah halaman menjadi lebih baik. Sebuah stopper atau pengisi halaman tidaklah harus berita. Bisa juga foto.
Foto sebagai Laporan
Sesuai dengan namanya, foto jurnalistik adalah foto yang "melaporkan" sesuatu. Jurnal adalah laporan, dan jusrnalistik adalah "sesuatu yang bersifat laporan". Maka, foto apa pun yang melaporkan sesuatu bisa disebut sebagai foto jurnalistik.
Sebuah foto piknik buatan tahun 1970-an yang biasa-biasa saja, dibuat orang sangat biasa, mendadak pada tahun 1999 menjadi foto jurnalistik yang sangat menggigit. Masalahnya, dalam foto itu terlihat Gus Dur sedang memangku anak-anaknya.
Atau juga sebuah foto orang menambang emas yang biasa-biasa saja, sempat menjadi foto mahal karena penambangan emas itu di Busang, tempat yang sempat menghebohkan dunia internasional itu.
Seorang rekan fotografer juga mendadak dicari-cari orang karena dialah satu-satunya orang yang punya foto Zarima saat masih menjadi fotomodel pemula. Foto piknik di cerita di atas baru menjadi foto jurnalistik setelah dimuat di sebuah media cetak. Kalau dia tetap tersimpan di laci, ia tetaplah sebuah foto piknik biasa.

Kategori Foto Jurnalistik
Dalam sebuah media cetak, foto terbagi dalam beberapa kategori yang semuanya memang foto jurnalistik.: Pertama, foto hard news. Foto jenis ini misalnya foto bentrokan mahasiswa dengan aparat di depan DPR, atau foto Gunung Merapi meletus, atau foto pengungsi Sampit mendarat di Surabaya. Foto jenis ini sebaiknya dimuat di media cetak sesegera mungkin. Seperti juga berita, foto jenis ini punya masa pakai terbatas, bisa basi. Biasanya, foto jenis inilah yang disebut Foto Jurnalistik pada lomba-lomba foto. Foto hard news ini punya otoritas sendiri, punya kekuatan sama dengan tulisan hard news yang menyertainya.
Kategori kedua adalah foto headshot dan portrait, yaitu foto orang untuk menguatkan berita atau untuk memberitahu pembaca wajah seseorang. Dengan tulisan, kita tidak mungkin menggambarkan wajah orang walau dengan sejuta kata pun. Namun dengan sebuah foto, wajah orang mudah diberitakan.
Kategori ketiga adalah foto features. Jenis ini adalah foto yang tidak basi oleh waktu. Pemuatan foto features ini bisa kapan-kapan tergantung sang media. Foto tipe ini misalnya foto-foto human interest tentang perempuan tua yang membawa kayu bakar, tukang ojek yang sedang memanti penumpang dan lain-lain human interest.
Kategori keempat adalah foto ilustrasi. Foto jenis ini adalah foto yang paling rendah kelasnya dalam foto jurnalistik. Kalau perlu, tidak jadi dimuat juga tidak apa-apa. Jenis ini misalnya foto orang main basket untuk melengkapi tulisan tentang demam basket. Kalau saja sang foto tidak jadi dimuat, sang tulisan tetap bisa berdiri sendiri. (*)

Bahan UAS Komunikasi antar Pribadi dan Kelompok (KAP)

BAB IX
MACAM-MACAM TUGAS DAN PRODUKTIVITAS KELOMPOK

9.1 MACAM-MACAM TUGAS
Task demand mencakup requirement atau persyaratan yang dituntut oleh kelompok. Misalnya, task demand dapat dianalogikan sebagai rencana pembuatan sebuah gedung yang mendeskripsikan tentanf struktur, material, dan sebagainya serta langkah-langkah yang diperlukan. Task demand menentukan resource yang dibutuhkan.
Resource mencakup segala kemampuan yang terkait, misalnya ketrampilan, alat-alat, dan sebagainya, pada anggota kelompok yang akan mengerjakan tugas. Distribution resource yang ada dalam kelompok merupakan hal penting pula dalam kaitannya dengan produktivitas kelompok.
Proses adalah langkah-langkah yang diambil oleh kelompok dalam menjalankan tugasnya. Langkah-langkah mencakup interpersonal serta ntrapersonal actions yang menyangkut, baik productive maupun nonproductive actions.
1.    Task Demands
a.    Sebagian tugas dapat dibagi-bagi atau dipecah-pecah, tetapi sebagian lain tidak dapat dibagi-bagi, sehingga tugas merupakan kesatuan. Misalnya adalah membangun gedung.
b.    Sebagian tugas menuntut hasil yang maksimal, namun sebagian lain menuntut hasil yang optimal, perumahan rakyat pada umumnya untuk mencapai hasil yang maksimal atau sebanyak-banyaknya, tetapi kualitas sering kurang diperhatikan.
c.    Tugas dapat berbeda-beda dan menuntut kontribusi anggota kelompok yang berbeda-beda pula.
9.2 PERFORMA KELOMPOK DALAM UNITARY TASK
Dalam hal ini, produktivitas kelompok tergantung pada task demands produktivitas kelompok tergantung pada task demands, group members resources, dan group process. Apabila ketiganya bervariasi, maka hasilnya akan bervariasi pula. Menurut Steiner, group resources dapat ditentukan dengan mengidentifikasi individual resources.


9.3 PERFORMA KELOMPOK DALAM DIVISIBLE TASK
Divisible task merupakan tugas yang lebih kompleks daripada unitary task. Apabila tugas dapat dibagi-bagi dalam subtugas, maka tugas-tugas dapat dihadapi oleh orang-orang yang berbeda dari anggota kelompok atau oleh anggota subkelompok. Apabila individu disesuaikan dengan subtugas, maka tugas keseluruhan lalu menjadi tugas yang aditif dan hasil final merupakan kombinasi hasil individu atau output subkelompok. Dalam hal ini, prediksi mengenai group productivity sama dengan unitary additive task. Agar output keseluruhan benar, maka kita dapat menuntut agar masing-masing subkelompok mengerjakan tugasnya dengan benar. Untuk tugas seperti demikian, prediksi produktivitas kelompok sama dengan conjunctive unitary task.

BAB X
PENGAMBILAN KEPUTUSAN KELOMPOK

10.1 PENGANTAR
Pengambilan keputusan dapat ditentukan tidak hanya oleh seseorang, tetapi juga dapat ditentukan oleh kelompok. Pada umumnya, keputusam yang diambil oleh seseorang akan berbeda dengan keputusan yang diambil oleh kelompok.

10.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPERTINGGI EFEKTIVITAS PENGAMBILAN KEPUTUSAN OLEH KELOMPOK
Heywood memberikan gambaran bahwa pemikiran banyak orang akan lebih baik daripada hanya seorang. Namun, pendapat di atas bukan berarti tidak ada faktor-faktor yang dapat menghambat maupun mendukung keputusan yang diambil secara bersama atau berkelompok.
1.    interdependensi Positif
Artinya, para anggota saling bergantung satu dengan yang lain secara positif.
2.    Individual Accountability
Ada tanggungjawab individu. Artinyam tiap anggota dalam kelompok mempunyai andil tanggung jawab terhadap kesuksesan kelompok.
3.    Promotive Interaction
Promotive interaction dapat diartikan bahwa masing-masing anggota saling mendorong dan saling memberikan kesempatan usaha satu dengan yang lain dalam rangka menyelesaikan tugas ataupun dalam rangka pencapaian tujuan kelompok.
4.    Socially Skilled Group Members
Apabila kelompok tidak mempunyai social skill untuk berinteraksi secara efektif, maka kelompok tidak akan produktif.
5.    Group Processing
Kualitas pengambilan keputusan kelompok akan efektif apabila anggota kelompk secara teratur mendiskusikan bagaimana supaya anggota efektif dalam bekerja sama dan keterampilan apa yang diperlukan untuk meningkatkan fungsi kelompok di waktu yang akan datang.


10.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MENGHAMBAT PENGAMBILAN KEPUTUSAN KELOMPOK
Kelompok telah memberikan gambaran bahwa keputusan yang diambil secara kelompok lebih baik daripada yang diambil secara individu, tetapi ada keadaan bahwa pengambilan keputusan secara kelompok tidak efektif. Berikut adalah beberapa faktor yang menghambat pengambilan keputusan kelompok.
1.    Lack of Group Maturity
Anggota kelompok membutuhkan waktu untuk saling bekerja satu dengan yang lain.
2.    Uncritically Giving One’s Dominant Responses
Jika ada sikap yang tidak kritis dan mudah memberikan respons atau dukungan pada pendapat yang dominan, maka pengambilan keputusan secara kelompok tidak efektif.
3.    Social Loafing
Sifat bermalas-malasan dari kelompok akan menjadi hambatan dalam pengambilan keputusan secara kelompok.
4.    Conflicting Goals of Group Members
Apabila dalam kelompok ada tujuan yang tidak sama di antara anggota kelompok, maka akan menjadi hambatan dalam mengambil keputusan secara kelompok.
5.    Failure to Communicate and Utilize Information
Tidak semua anggota kelompok berpartisipasi sama dalam kelompok dan tidak semua kontribusi diperhatikan dengan seksama oleh anggota kelompok.
6.    Egocentrism of Group Members (sifar egosentris anggota kelompok)
Apabila ada anggota yang egosentris, maka ia berpendapat hanya dirinyalah yang tepat dan anggota yang lain diminta agar dapat menerima pendapatnya.
7.    Lack of Sufficient Heterogenity
Kelompok akan produktif secara optimal, tergantung pada seberapa jauh informasi yang dibutuhkan, keterampilan, dan sudut pandang yang ada.
8.    Inappropriate Group Size
Sebagian pengambilan keputusan membutuhkan kelompok yang besar, namun dalam hal-hal tertentu membutuhkan anggota kelompok yang kecil.
9.    Lack of Sufficient Time
Salah satu kelebihan pengambilan keputusan oleh kelompok daripada keputusan individu adalah waktu yang cukup.

10.4 METODE PENGAMBILAN KEPUTUSAN
1. Pengambilan Keputusan oleh Otoritas Tanpa Diskusi Kelompok
2. Keputusan Diambil oleh Otoritas Setelah Mengadakan Diskusi Kelompok
3. Keputusan Diambil oleh Seorang Ahli(Expert)
4. Keputusan yang diambil dengan Rerata Pendapat Individu
5. Keputusan Diambil oleh Minoritas
6. Keputusan Diambil dengan Suara Terbanyak (Voting)
7. Keputusan Diambil dengan Konsensus (Kesepakatan Bersama)

BAB XI
SINTALITAS KELOMPOK

11.1 PENGERTIAN SINTALITAS
Teori sintalitas kelompok dikemukakan oleh Cattel dan merupakan pendekatansecara teoritis. Teori Cattel mengandung dua bagian yang berkaitan satu dengan lainnya (interrelated), yaitu satu bagian berkaitan dengan dimensi kelompok dan yang lain berkaitan dengan dinamika sintalitas.
Sifat-sifat populasi adalah sifat-sifat individu yang membentuk kelompok. Sifat-sifat pribadi independen dari kelompok dan akan dibawa ke kelompok apabila individu sebagai anggota kelompok.
Sintalitas didefinisikan sebagai kepribadian kelompok (the personality of the group) atau lebih tepat sebagai setiap efek yang dipunyai oleh kelompok secara total.
Sifat-sifat struktur internal adalah hubungan antaranggota kelompok dan sifat-sifat struktur yang dipantulkan dalam pola organisasi kelompok.
Hubungan antara ketiga panel adalah saling bergantung satu dengan yang lain (interdependency). Apabila kita telah mengetahui hukum-hukum dalam perilaku kelompok, maka akan dapat memprediksi salah satu panel apabila dua panel yang lain telah diketahui pula.

11.2 DINAMIKA SINTALITAS
Konsep pokok untuk menganalisis dinamika sintalitas adalah sinergi. Tiap individu bergabung dalam kelompok dengan tujuan memenuhi beberapa kebutuhan psikologis.
Aktivitas kelompok secara khusus ada dua macam, yaitu; (a) aktivitas untuk mempertahankan atau merawat kelompok. (b)aktivitas yang ditujukan untuk mencapai tujuan kelompok.
Cattel mengajukan tujuh teori dalam menganalisis dinamika sintalitas, yang sebgaian besar merupakan spesifikasi sifat-sifat sinergi.
1.    Kleompok dibentuk untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan individu dan akan bubar apabila sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu.
2.    Besar jumlah sinergi dalam kelompol merupakan resultan vektorial atau hasil sikap yang ada pada para anggota kelompok terhadap kelompok.
3.    Sinergi efektif dapat ditujukan untuk mencapai tujuan di luar kelompok, sehingga sinergi efektif dapat membentuk pola-pola reaksi kelompok.
4.    Tiap anggota kelompok dapat menggunakan kelompok untuk mendapatkan tujuan pribadi.
5.    Pola perilaku dalam kelompok seperti kesetiaan, ketaatan, dan sebagainya dipelajari berkaitan dengan hukum efek.
6.    Anggota kelompok mungkin mengalami tumpang tindih, tetapi sinergi total dalam kelompok seperti demikian tetap konstan sepanjang sinergi pemeliharaan pada masing-masing kelompok tetap pada tingkat yang sama saat menuju tujuan yang sama.
7.    Adanya kesejajaran yang erat antara sifat-sifat pribadi anggota kelompok dengan sifat-sifat sintalitas kelompok.
Demikian pendapat Cattel mengenai sintalitas kelompok yang mengandung dimensi kelompok dan dinamika sintalitas.

 BAB XII
KONFLIK

12.1 PENGERTIAN KONFLIK
Konflik adalah suatu situasi dimana dua orang atau lebih atau dua kelompok atau lebih tidak setuju terhadap hal-hal atau situasi-situasi yang berkaitan dengan keadaan, keadaan yang aantagonistis. Dengan kata lain, konflik akan timbul apabila terjadi aktivitas yang tidak memiliki kecocokan (incompatible). Aktivitas yang incompatible adalah apabila suatu aktivitas dihalangi atau diblok oleh aktivitas lain.

12.2 MACAM-MACAM KONFLIK
Konflik dapat bermacam-macam jenisnya, yaitu:
1.    Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik yang ada pada diri seseorang.
2.    Konflik Interpersonal
Konflik interpersonal adalah konflik antarpribadi
3.    Konflik Intragroup
Konflik intragroup merupakan konflik yang ada dalam kelompok antara anggota satu dengan yang lain, sehingga kelompok dapat mengalami perpecahan.
4.    Konflik Intergroup
Konflik intergroup adalah konflik yang timbul antara jkelompok satu dengan kelompok lain dan dapat terjadi antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
5.    Konflik Antarorganisasi
Konflik antarorganisasi adalah konflik yang timbul antara organisasi satu dengan yang lain.
6.    Konflik Antarnegara
Konflik antarnegara adalah konflik yang timbul antara negara satu dengan negara lain.

12.3 KONFLIK DESTRUKTIF DAN KONSTRUKTIF
Konflik dapat bersifat destruktif, tetapi dapat pula bersifat konstruktif. Konflik destruktif timbul apabila seseorang atau anggota kelompok merasa tidak puas dengan hasil yang didapat dan arahnya dapat merusak.
Konflik yang bersifat konstrukstif dapat berdampak positif, antara lain: meningkatkan harga diri apabila konflik dapat dipecahkan dengan baik; kepercayaan yang lebih besar; meningkatkan harga diri kelompok; serta meningkatkan hubungan dalam kelompok, sehingga hubungan akan menjadi lebih erat.

12.4 KONFLIK DAN MASYARAKAT YANG PLURALISTIK
Dalam masyarakat yang plural, kiranya kesempatan munculnya konflik selalu ada. Adanya tujuan serta norma yang berbeda, bahkan kadang-kadang antagonistis, akan memudahkan timbulnya konflik antara satu kelompok dengan kelompok yang lainnya.

12.5 KONTEKS SOSIAL DALAM KONFLIK
Apabila dua individu mengalam konflik, sedangkan mereka merupakan anggota kelompok yang berbeda, maka konflik tidak hanya terbatas pada individu-individu. Konflik akan tertarik ke atas, sehingga konflik dialami pula oleh kelompok satu dengan yang lain atau organisasi satu dengan yang lain.

12.6 STRATEGI MENGHADAPI KONFLIK
Dalam menghadapi konflik, ada berbgai macam strategi yang dapat digunakan. Apabila terjadi konflik, maka ada dua hal pokok yang perlu diperhatikan, yaitu: (a) mencapai kesepakatan (agreement) yang memuaskan kebutuhan dan tercapainya tujuan dan (b) memelihara hubungan yang pantas (appropriate) dengan orang atau pihak lain. Tujuan (goal) maupun hubungan (relationship) merupakan keadaan kontinum, dari yang tidak penting (low) sampai yang penting (high). Berdasarkan hal-hal di atas, ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi.
1.    Tujuan tinggi (sangat penting) dan hubungan dan tinggi.
2.    Hubungan tinggi (sangat penting), tetapi tujuan rendah (tidak penting)
3.    Tujuan sangat penting, hubungan tidak penting
4.    Tujuan dan hubungan keduanya moderat
5.    Tujuan tidak penting, demikian pula hubungan
BAB XIII
NEGOSIASI

13.1 PENGERTIAN NEGOSIASI
Negosiasi merupakan suatu ketrampilan, sehingga dapat dipelajari. Negosiasi adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang yang mempunyai bagian dalam konflik, ingin mencapai kesepakatan, dan mencoba mencapai penyelesaian. Negosiasi bersifat distributif, yaitu apabila satu pihak memperoleh benefit dan pihak lain menerima, lalu mereka membuat konsensus. Kemudian, negosiasi dapat pula bersifat integratif, yaitu apabila kedua belah pihak bekerja sama untuk memperoleh solusi yang akan bermanfaat bagi keduanya.

13.2 INTERDEPENDENSI DALAM NEGOSIASI
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam negosiasi.
1.    Ada tiga interdependensi yang melekat dalam tiap negosiasi, yaitu: participation interdependence, outcome interdependence, dan information interdependence.
2.    Dalam setiap negosiasi, ada elemen kooperatif dan kompetitif.
3.    Selama negosiasi berlangsung, terbentuklah norma umum, yaitu norma timbal balik dan norma keadilan.
4.    Negosiasi mempunyai dimensi waktu, yaitu permulaan, tengah, dan akhir.
5.    Dalam negosiasi, pihak yang berselisih menghadapi dilema tujuan.

13.3 PENGELOLAAN KONFLIK
Dalam masalah konflik, ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mengelola konflik, yaitu pelatihan keterampilan antarpribadi dan campur tangan pihak ketiga.
1.    Mengadakan Latihan Kerja Sama Antarpribadi atau Antarkelompok
Dalam kontak langsung dan mengadakan kerja sama antarpribadi atau antarkelompok, kita akan mempelajari beberapa keterampilan, antara lain:
a.    Mendengarkan secara aktif dan reflektif pihak lain
b.    Melatih dan menumbuhkan empati
c.    Menerima, memberi, dan menggunakan masukan yang konstruktif
d.    Dengan kontak secara langsung, masing-masing pihak dapat menyelami apa yang ada sebenarnya pada masing-masing pihak

2.    Campur Tangan Pihak Ketiga
Apabila pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok mengalami kesulitan dalam mengelola konflik di antara mereka, maka pilihan yang paling tepat ialah menghadirkan pihak ketiga. Ada beberapa strategi yang dapat ditempuh, yaitu:
a.    Keputusan pengadilan
b.    Melibatkan mediator atau penengah
c.    Pendamai
d.    Pencari fakta
Pada umumnya, dari semua pendekatan di atas, para ahli lebih menekankan pada mediator.

13.4 WIN-LOSE SOLUTION
Agar mencapai penyelesaian konflik yang memuaskan, selain harus melibatkan kedua belah pihak yang berkonflik, kita pun harus dapat memenuhi atau memuaskan keduanya. Demikianlah yang dimaksud win-win solution. Sebaliknya, kalau sifat kompetitif yang lebih dipentingkan, maka pemecahan masalah konflik hanya memenuhi kepentingan salah satu pihak dan disebut win-lose solution. Namun, konflik pun dapat berakhir kalah-kalah, sehingga tidak memenuhi keinginan satu pihak pun.
Dalm win-lose solution, faktor-faktor yang berperan adalah:
1.    Ada keyakinan bahwa dalam konflik ada yang kalah supaya yang lain menang.
2.    Pada keadaan yang demikian, umumnya seseorang atau suatu kelompok tidak dapat melihat hal-hal yang negatif pada pihaknya.
3.    Pada umunya, kejujuran dari pihak-pihak tertentu masih kurang.
4.    Ada perasaan ingin saling membalas satu dengan yang lain.
5.    Pada umumnya, mereka terlalu emosional.
6.    Ada anggapan bahwa pihak lainlah yang salah.

13.5 WIN-WIN SOLUTION
Dalam win-win solution, ada langkah-langkah yang perlu diambil, yaitu:
1.    Mengenali adanya masalah
2.    Menyadari posisi masing-masing pihak
3.    Mendiskusikan masalah dan kemungkinan penyelesaiannya
4.    Menyelesaikan masalah yang dapat diterima oleh kedua belah pihak
Berkaitan dengan hal-hal diatas, kita perlu mengingat atau memperhatikan:
1.    Apakah pemecahan masalah adil untuk kedua belah pihak?
2.    Apakah kedua belah pihak merasa puas dengan pemecahan masalahnya?
3.    Apakah hak dan kewajiban kedua belah pihak dapat benar-benar dimengerti atau dipahami?
Apabila kita dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas dengan baik, maka pemecahan masalah sudah mencapai hasil yang sebaik-baiknya dan memuaskan kedua belah pihak.


(Bahan UAS mata kuliah KAP  disarikan dari Buku Dr. Bimo W)

Wednesday, December 5, 2012

Bahan UAS mata Kuliah Public Speaking dan Retorika

Sejarah Retorika

 Belajar tentang retorika, dimulai dari sejarah Retorika pada tahun 467 sebelum Masehi, Korax seorang Yunani dan muridnya Teisios (keduanya berasal dari Syrakuse –Sisilia) menerbitkan sebuah buku yang pertama tentang Retorika. Tetapi retorika sebagai seni dan kepandaian berbicara, sudah ada dalam sejarah jauh lebih dahulu. Misalnya dalam kesusteraan Yunani kuno, Homerus dalam Ilias dan Odyssee menulis pidato yang panjang. Juga bangsa-bangsa seperti Mesir, India dan Cina sudah mengembangkan seni berbicara jauh hari sebelumnya.

Plato, menjadikan Gorgias dan Socrates sebagai contoh retorika yang benar, atau re torika yang berdasarkan pada Sophisme dan re torika yang berdasar pada filsafat. Sophisme mengajarkan kebenaran yang relatif. Filsafat membawa orang kepada pengetahuan yang sejati. Ketika merumuskan retorika yang benar-benar membawa orang pada hakikat – Plato membahas organisasi gaya, dan penyampaian pesan. Dalam karyanya, Dialog, Plato menganjurkan para pembicara untuk menganal ”jiwa” pendengarnya. Dengan demikian, Plato meletakkan dasar-dasar re torika ilmiah dan psikologi khalayak. Ia te lah mengubah re torika sebagai sekumpulan teknik (sophisme ) menjadi sebuah wacana ilmiah.

Pengertian Retorika

Dalam buku Theories of Human Communication karangan Little John, dikatakan bahwa studi retorika sesungguhnya adalah bagian dari disiplin ilmu komunikasi. Mengapa? karena di dalam retorika terdapat penggunaan simbol-simbol yang dilakukan oleh manusia. Karena itu Retorika berhubungan erat dengan komunikasi Persuasi. Sehingga dikatakan retorika adalah suatu seni dari mengkonstruksikan argumen dan pembuatan pidato. Little John mengatakan re torika adalah ” adjusting ideas to people and people to ideas” (Little John, 2004,p.50)

Selanjutnya dikatakan bahwa Retorika adalah seni untuk berbicara, baik yang dipergunakan dalam proses komunikasi antarmanusia (Hendrikus, 1991,p.14). Sedangkan oleh sejarawan dan negarawan George Kennedy ( mendefinisikan re torika sebagai …” the energy inherent in emotion and thought, transmitted through a system of signs, including language to other to influence their decisions or actions” (dikutip dalam Puspa, 2005:p.10) atau kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Retorika adalah…”suatu energi yang inheren dengan emosi dan pemikiran, yang dipancarkan melalui sebuah sistem dari tanda-tanda, termasuk didalamnya bahsa yang ditujukan pada orang lain untuk mempengaruhi pendapat mereka atau aksi mereka

Retorika (rethoric) biasanya disinonimkan dengan seni atau kepandaian berpidato, sedangkan tujuannya adalah, menyampaikan fikiran dan perasaan kepada orang lain agar mereka mengikuti kehendak kita

Menurut Aristoteles, Dalam retorika terdapat 3 bagian inti (Canon-canon Aristoteles) yaitu :

1- Ethos (ethical) : Yaitu karakter pembicara yang dapat dilihat dari cara ia berkomunikasi

2- Pathos (emotional) : Yaitu perasaan emosional khalayak yang dapat dipahami dengan pendekatan “Psikologi massa”.

3- Logos (logical) : Yaitu pemilihan kata atau kalimat atau ungkapan oleh pembicara. Resiko slip tongue (selip lidah).

Menurut Kenneth Burke, bahwa setiap bentuk-bentuk komunikasi adalah sebuah drama. Karenanya seorang pembicara hendaknya mampu ‘mendramatisir’ keadaan khalayaknya. (Dramaturgical Theory)

Menurut Walter Fisher, bahwa setiap komunikasi adalah bentuk dari cerita (storytelling). Karenanya, jika kita mampu bercerita sesungguhnya kita punya potensi untuk berceramah. (Narrative Paradigm)

Tokoh-tokoh Podium

- HOS Tjokroaminoto

- Ir. Soekarno

- Adolf Hitler  muridnya adalah Goebbels

- Benito Musollini

- Napoleon Bonaparte

- Dll.

Macam-macam Pidato
Pidato Ilmiah
Pidato Ritual Keagamaan (khutbah, kebaktian, dll)
Pidato di Pengadilan (Jaksa, Pembela)
Ceramah Umum
Kuliah/ mengajar
Diskusi
Seminar
Pidato Politik

Unsur Pesan Komunikasi

Seorang komunikator menyampaikan pesan-pesan melalui :

1. Pesan Linguistik

Untuk menyampaikan pesan bahasa tertentu kita harus menguasai:

a. Fonologi (mengujarkan bunyi kata)

b. Sintaksis (membentuk kalimat)

c. Semantik (memahami kata atau gabungan kata)

d. Memahami secara konseptual tentang dunia kita dan dunia yang kita bicarakan

e. Mempunyai sistem kepercayaan untuk menilai apa yang kita dengar

2. Pesan Nonverbal memiliki fungsi :

a. Repetisi – mengulang kembali bahasa verbal

b. Subtitusi – mennggantikan bahasa verbal

c. Kontradiksi – menolak pesan verbal

d. Komplemen – melengkapi pesan verbal

e. Aksentuasi – menegaskan pesan verbal

Ada enam jenis pesan non verbal :

1). Kinesik (gerak tubuh) : fasial, gestural, postural

2). Paralinguistik (suara)

3). Proksemik (penggunaan ruang sosial atau personal)

4). Olfaksi (penciuman)

5). Sensitivitas kulit

6). Artifaktual (pakaian dan kosmetik)

Struktur Pesan

Secara umum setiap pesan yang secara sengaja disampaikan melalui Pidato terdiri atas :
Pendahuluan
Salam
Penyampaian kepada hadirin
Maksud atau tujuan
Materi
Pendekatan awal (kisah, menyampaikan data, dll.)
Pertanyaan atau mengemukakan inti masalah
Pembahahasan
Penutup
Kesimpulan
Himbauan

Ucapan Salam Kepada Hadirin

1. Tujuan hadirin perlu diranking berdasarkan status dan kaitannya dengan acara

2. Orang-orang penting hendaknya disebutkan secara khusus

3. Tidak semua acara memerlukan penyebutan secara bertahap dan rinci.

Maksud dan Tujuan

Maksud, tujuan atau bahkan judul ceramah seringkali perlu diutarakan dengan jelas.

Materi atau Isi Pidato secara umum

§ Akar tunggang Judul yang aktual

§ Batang Logika yang konsisten

§ Cabang/ranting Kerangka yang sistematis

§ Daun Analisa yang logis

§ Bunga Variasi, humor, pepatah, puisi, dll.

§ Buah Berkesimpulan

Bagaimana menutup ceramah ?
Usahakan menyampaikan kesimpulan pidato dan himbauan yang praktis yang bisa dibawa oleh khalayak untuk dilaksanakan.
Salam

Mengumpulkan dan menyiapkan Materi Pidato

Sumber Materi :

§ Kitab Suci & Sumber-sumber sejenis lainnya

§ Kisah-kisah yang relevan dengan topik

§ Berita dan informasi yang lagi aktual

§ Buku-buku ilmu pengetahuan lainnya

§ Kamus dan dictionary

§ Hasil laporan penelitian, data-data, dan referensi lainnya

§ Teknologi informatika (web/ blog/ online sources)

Memilih topik dan judul :

§ Seberapa urgen judul yang sesuai dengan waktu dan situasi ?

§ Judul sebaiknya berupa kalimat sempurna (affermative statement)

§ Apakah waktu yang tersedia sesuai dengan cakupan judul yang dipilih ?

§ Apakah audiens yang hadir cocok dengan cakupan judul yang dipilih ?

§ Apakah cara pemaparan dan pengambilan kesimpulan dengan metode induksi atau deduksi ?

§ Apa yang dapat dibawa oleh khalayak ?

Pendahuluan pidato haruslah :

- Padat

- Gaya bahasa menarik

- Menghindari “Redundancy”

- Diluar dugaan (surprise)

- Bagaikan Iklan

Materi pidato

- Materi jangan terlalu luas

- Jangan berharap orang lain (khalayak) langsung mengerti

- Satu segi saja

- Cara lebih dipentingkan dari isi

Keberhasilan penceramah dalam menyampaikan pesan:

1- Mengetahui secara detail sesuatu yang dibahas terutama yang menyangkut masalah ilmiah dan mengandung masalah yang interpretable dan debateable. Jika tidak sampaikan gagasan yang bersifat ‘informatif’ saja.

2- Sampaikan dengan ikhlas dan tulus yang muncul dari tanggungjawab pribadi.

3- Ungkapkan dengan bahasa yang sopan, bijaksana dan santun

4- Terus menerus dalam menyampaikan pesan kebenaran dan jangan bosan-bosan. Bersabarlah untuk memdapatkan hasil yang diinginkan

5- Mulailah apa yang dikatakan didepan hadirin pada diri sendiri

Persiapan Pidato

- Pakaian sederhana

- Keadaan fisik yang mantap edan sehat

- Materi disiapkan, bila perlu didiskusikan terlebih dahulu

- Bagi pemula, upayakan berlatih dahulu

- Materi harus dipilih yang penting dan mendesak

- Jangan mengharap ‘salam tempel’ dan ‘pujian’

- Jangan pidato kalau sakit, pikiran kacau, lapar, atau haus

Saat berpidato, perlu diperhatikan

- Sikapnya

- Air mukanya

- Pakaiannya

- Ucapannya, harus fasih (khususnya Bahasa Asing)

- Gerak geriknya

- Tata rias/ make-up nya

Senjata Pidato

- Doa

- Pepatah

- Humor/lelucon

- Semangat berapi-api

- Syahdu

- Lagu-lagu

- Alat peraga

Apabila audiens banyak, maka :

- Volume suara tambah keras

- Tekanan/nada suara tinggi

- Tempo harus lambat

- Bahasa harus awam (dimengerti umum)

- Logikanya sederhana

- Semangatnya tinggi

Penutup pidato

- Kalimat kunci sebagai simpulan (harapan dan penekanan)

- Pepatah yang akan diingat khalayak

- Usahakan agar audiens penasaran

GAYA KOMUNIKASI LAINNYA

Persuasi

þ Persuasi adalah “cara untuk mengubah sikap dan prilaku orang dengan menggunakan kata-kata lisan dan tertulis” (McGuire).

þ Persuasi adalah “menanamkan opini baru” (Hovland).

þ Persuasi adalah “usaha yang disadari untuk mengubah sikap, kepercayaan atau perilaku orang melalui transmisi pesan” (Bettinghaus).

þ Persuasi adalah ”suatu proses timbal balik yang didalamnya komunikator, dengan sengaja atau tidak, menimbulkan perasaan responsif pada orang lain”(Nimmo)

Propaganda

þ Propaganda adalah pesan yang melibatkan simbol-simbol yang mencakup empat hal. Pertama, interaksi simbolik atau pesan-pesan politik yang digambarkan lewat lambang. Kedua, menggunakan pesan-pesan politik yang didramatisir sedemikian rupa sehingga memberikan kepuasan pribadi dan dampak tidak langsung. Ketiga, Penggunaan psikolinguistik yakni penggunaan bahasa tertentu yang memiliki dampak psikologis. Dan keempat, Penggunaan sosiolinguistik yaitu penggunaan bahasa yang memiliki dampak sosiologis tertentu.

þ Ellul membedakan propaganda vertikal dan horizontal. Yang pertama adalah transmisi dari satu kepada banyak dan terutama mengandalkan media massa bagi penyebaran imbauannya. Sedangkan propaganda horizontal bekerja lebih diantara keanggotaan kelompok ketimbang dari pemimpin kepada kelompok, lebih banyak melalui komunikasi interpersonal dan komunikasi organisasi daripada menggunakan komunikasi massa.

þ Nimmo menyarankan, supaya persuasi dan propaganda berhasil dengan baik, maka perlu diperhatian secara khusus prinsip-prinsip umum berikut yang dianalisis dari penelitian mengenai pengaruh komunikator terhadap keberhasilan usaha persuasif. Unsur-unsur itu adalah :

1. status komunikator

2. kredibilitas komunikator

3. daya tarik komunikator

4. isi pesan

5. struktur pesan

6. pemilihan media yang digunakan secara tepat.

Ketertarikan khalayak terhadap Pesan yang dipakai

þ Topik (pesan) yang dibahas

þ Cara penyampaian

þ Teknik-teknik mengembangkan pokok bahasan

þ Bahasa yang dipakai

þ Organisasi pesan yang dipakai

þ Situasi yang dihadapi (setiap khalayak memiliki kondisi yang unik)

þ Keahlian (profesionalitas)

þ Kejujuran





Sunday, December 2, 2012

Kelompok dan Pengaruhnya terhadap Komunikasi



Kelompok dan Pengaruhnya Terhadap Komunikasi Tidak semua himpunan orang disebut kelompok. Orang yang berkumpul di terminal bus, yang antri di depan loket bioskop, yang berbelanja di pasar-pasar semuanya disebut agregat.

Agar agregat menjadi kelompok diperlukan kesadaran pada anggota-anggotanya akan ikatan yang sama yang mempersatukan mereka. Kelompok (organisasi, baik organisasi formal dan informal) mempunyai tujuan dan melibatkan interaksi diantara anggota-anggotanya.

Menurut Baron dan Byrne dalam bukunya Social Psychology, Understanding Human Interaction, penerbit Boston 1979 – menyatakan : Kelompok mempunyai 2 tanda psikologis, yang pertama angota- anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok – ada sense of belonging yang tidak dimiliki oleh orang non-anggota.

Kedua, nasib anggota-anggota kelompok saling bergantung, sehingga hasil setiap orang terikat dalam cara tertentu dengan hasil yang lain. Hubungan Personal dan Impersonal Hubungan personal lebih dalam dari sekedar hubungan impersonal.

Dalam hubungan personal seseorang merasa terikat secara emosional dengan orang yang lain, misalnya hubungan antara anggota keluarga inti (bapak-ibu-kakak-adik) disebut hubungan personal, begitu juga dengan kekasih atau sahabat disebut hubungan personal.

Sedangkan yang dimaksud dengan hubungan impersonal yakni interaksi antara dua individu namun tanpa keterikatan emosi yang mendalam, contohnya atasan dan bawahan.Dosen dan mahasiswa.

Hubungan antara tetangga dalam kompleks pemukiman elite di Ibu Kota dan lainnya. Robert C. Binkley dan Frances W Binkley menulis : “Perbedaan antara hubungan personal dan impersonal sangat penting dalam kehidupan manusia. Hubungan personal, sahabat dengan sahabat atau suami dengan istri, apakah dimotivasi cinta dan kebencian, bersifat sementara atau menetap, menonjol secara berbeda dibandingkan impersonal.

Kualitas hubungan personal yang paling jelas dan pasti adalah sifatnya yang tak dapat dipindahlan (non transferable). Hubungan ini terikat pada individu tertentu yang tidak dapat diduplikasi atau digantikan. Hubungan personal yang baru dapat dibuat, yang lama dibuang, motif utama yang merintis hubungan lama dapat memberi tempat pada motif yang lain, tetapi individu tidak dapat digantikan dengan individu yang lain dalam hubungan yang sama.

In-Group dan Out-Group In-Group adalah kelompok kita, dan Out-Group adalah kelompok mereka. In-Group dapat berupa kelompok primer maupun sekunder. Keluara kita adalah In-Group yang primer. Fakultas kita adalah In-Group yang kelompok sekunder. Perasaan In-Group deiungkapkan dengan kesetiaan, solidaritas, kesenangan, dan kerja sama.

Untuk membedakan antara In-Group dan Out-Group, kita membuat batas (boundaries) yang menentukan siapa masuk ke dalam, dan siapa orang luar. Batasan- batasan ini dapat berupa lokasi geografis (wilayah), suku bangsa, pandangan atau ideologi, bahasa, agama, kekerabatan dll. Semangat ini lazim disebut dengan kohesif kelompok.

Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder. Walaupun kita menjadi anggota banyak kelompok, kita terikat secara emosional hanya pada beberapa kelompok saja. Hubungan kita dengan keluarga kita, kawan-kawan kita, dan tetangga yang dekat (di kampung/desa bukan di real estate), terasa lebih akrab, lebih personal, lebih menyentuh hati kita. Kelompok ini disebut dengan kelompok primer.

Menurut Charles Holston Cooley dalam bukunya Social Organization - penerbit New York (1909) mendefinisikan kelompok primer berkarakteristik lebih dekat dan lebih hangat dalam bekerja sama dan berinteraksi.

Sedangkan kelompok sekunder adalah lawan kata kelompok primer. Hubungan kita dengan mereka (kelompok sekunder) tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita, namun solidaritas masih ada bila menyangkut sebah kepentingan tertentu.

Termasuk dalam kelompok sekunder adalah : organisasi massa, fakultas, universitas, serikat buruh, dan sebagainya. Kita dapat melihat perbedaan utama antara kedua kelompok ini dari karakteristik komunikasinya. Cooley menyebutkan ada 2 karakteristik dasar antara komunikasi kelompok primer dan sekunder. Pertama, kualitas komunikasi kelompok primer bersifat dalam dan meluas.

Dalam arti menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur- unsur back stage (perilaku yang hanya kita tampakkan secara privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok primer kita leluasa mengungkapkan hal- hal yang bersifat pribadi dengan berbagai lambang, verbal maupun non verbal.

Sedangkan, pada kelompok sekunder, komunikasi hanya bersifat dangkal, (hanya menembus bagian luar dari kepribadian kita saja) dan terbatas (hanya berkenaan dengan hal-hal tertentu saja). Lambang komunikasi umumnya verbal dan sedikit sekali non verbal.

Kedua, komunikasi pada kelompok primer bersifat personal. Dalam kelompok primer yang penting buat kita ialah siapa dia, bukan apakah dia. Kita mengkomunikasikan seluruh pribadi kita. Hubungan kita dengan anggota kelompok primer bersifat unik dan tidak dapat dipindahkan (non transferable). Contohnya seorang anak ditinggal wafat ibunya, dan ayahnya mempunyai istri lagi (lebih cantik dan lebih muda).

Tetapi hubungan anak dan ibu kandungnya tidak dapat dipindahkan begitu saja dengan hubungan dengan ibu tirinya. Jenis hubungan antara anak dengan mendiang ibu kandung disebut personal. Semenyara dengan ibu tiri masih impersonal.

Kemudian contoh impersonal adalah dengan hubungan antara karyawan dengan manajer cabang (branch manager). Karyawan tersebut dapat memindahkan (transferable) hubungan dengan branch manager pengganti yang baru dengan relatif tanpa kesulitan yang berarti. Hubungan ini disebut hubungan impersonal.

Mung P